
KOTA MALANG – malangpagi.com
Komunitas Lingkar Sosial Indonesia (Linksos) mengadakan workshop dan galeri inklusi, sebagai wadah menyalurkan kreativitas para penyandang disabilitas. Hal ini ditengarai karena sulitnya penyandang disabilitas khususnya usia remaja menyalurkan bakat dan minat.
“Hari ini kami adakan pelatihan membatik ciprat dan hidroponik bagi penyandang disabilitas. Ada di antara mereka yang berusia produktif dan didampingi orang tuanya. Ada juga yang masih duduk di SMP Luar Biasa dan SMA Luar Biasa,” kata Ketua Pembina Linksos, Kertaningtyas, Sabtu (5/3/2022).
“Sebenarnya workshop telah dirancang sejak Desember 2021 lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Disabilitas, namun baru dapat terlaksana hari ini,” lanjutnya.
Kegiatan yang diselenggarakan di Co Working Space Inklusi, Perum GOR Ragil Regency A4 Kedungkandang, Kota Malang itu digagas sebagai respons atas masukan para penyandang disabilitas, yang merasa kesulitan menyalurkan bakat, minat, dan kreasi mereka.

“Serta bagi para alumni SLB atau sekolah-sekolah inklusi, di mana mereka merasa kesulitan dan belum memiliki pekerjaan yang layak sesuai bakat, minat, dan kemampuan mereka,” ujar Ken, sapaan karib Kertaningtyas.
Dirinya mengaku, secara spesifik belum mengetahui jumlah peyandang disabilitas yang membutuhkan pekerjaan. Namun Ken mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 40 SLB dari berbagai tingkatan.
“Kami belum melihat adanya program khusus dari ketiga pemerintah baik Kota Malang, Kabupaten Malang, maupun Kota Batu yang belum menyasar para alumni tersebut,” terangnya.
Pihaknya berharap, pelatihan yang digelar tidak berhenti di sini. Minimal satu bulan sekali digelar kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan penyandang disabilitas.
“Misalnya untuk penyandang disabilitas fisik, ada usulan untuk mengadakan pelatihan TI (teknologi informasi), sehingga kami memerlukan persiapan untuk hal ini,” beber Ken.

“Di samping itu, kami juga akan mengupayakan keberlanjutan satu tim batik ciprat yang terdiri dari 10 orang, serta pelatihan hidroponik yang juga beranggotakan 10 orang. Di mana semua itu memerlukan pemodalan dan pemasaran terkait produk-produk mereka,” terangnya.
Pria yang aktif di kegiatan sosial ini menambahkan, dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 telah mengamanahkan kuota tenaga kerja penyandang disabilitas sebanyak dua persen bagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan satu persen bagi perusahaan swasta.
“Ketentuan tersebut dijalankan oleh sedikit perusahaan. Sehingga belum mampu mengakomodir kebutuhan kerja penyandang disabilitas,” ungkap Ken.
Menurutnya, penyebab masih minimnya perusahaan yang merekrut penyandang disabilitas adalah kurangnya kesiapan aksesibilitas sarana fisik, serta adanya anggapan penyandang disabilitas sebagai beban anggaran, karena perusahaan harus mempersiapkan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas.
“Selain itu, perusahaan belum memahami etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas, sehingga rawan terjadi kesalahpahaman dan belum menyadari akan tanggung jawab sosialnya. Maka dari itu, adanya workshop dan galeri karya inklusi ini merupakan langkah awal sebagai organisasi yang fokus pada isu penyandang disabilitas,” tegasnya.
Kegiatan tersebut dihadiri para penyandang disabilitas dari ragam fisik, mental, intelektual, dan tuli berjumlah 20 orang, bersama para pelatih dan orang tua yang mendampingi.
“Acara ini didukung oleh lintas sektor. Pertama BPJS Ketenagakerjaan yang berperan mendanai workshop ini. Sehingga dapat dilakukan pelatihan dan peresmian gedung workshop. Selain itu kami juga didukung oleh Yayasan Sedekah Masyarakat Indonesia (SEMAIN), yang memberikan kontribusi pelatihan batik ciprat. Serta didukung pula oleh Madani Farm, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang hidroponik,” pungkas Ken. (Har/MAS)