KOTA MALANG – malangpagi.com
Istilah ‘Malang Halal’ yang dicetuskan Pemerintah Kota Malang memantik reaksi keras masyarakat. Meskipun pihak Pemkot Malang telah mengklarifikasi hal tersebut, namun ketidakpuasan masyarakat tetap bermunculan hingga saat ini.
Polemik ‘Malang Halal’ ini membuat berbagai kalangan angkat bicara. Salah satunya dilontarkan oleh mantan aktivis 98, Setyo Wibowo. Menurutnya, istilah ‘Malang Halal’ bertentangan dengan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, terasuk semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
“Kebijakan yang keblinger dalam memahami dan memaknai Pancasila sebagai dasar negara. Meskipun telah diklarifikasi, hal tersebut disinyalir telah menginjak-injak nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Yakni kemanusiaan, persatuan, musyawarah-kebijaksanaan, dan Keadilan sosial,” jelas Setyo, Jumat (4/3/2022).
Lebih lanjut dirinya menegaskan, Surat Edaran (SE) Walikota Malang dinilai telah menenggelamkan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan norma negara yang dibuat oleh pendiri bangsa.
Pembukaan UUD 1945 berisi empat pokok pikiran, yaitu: pokok pikiran persatuan, pokok pikiran keadilan, pokok pikiran kedaulatan rakyat, serta pokok pikiran ketuhanan menurut dasar kemanusiaann yang adil dan beradab.
“Singkatnya, sebagai norma dasar negara yang dibuat oleh pendiri negara, ketika ada pihak yang mencoba mengubah Pembukaan UUD 1945, maka sama halnya dengan membubarkan NKRI. Sebab, pembukaan UUD 1945 juga merupakan pernyataan kemerdekaan yang terperinci,” papar Setyo.
Dicetuskannya brand ‘Malang Halal’, menurutnya, telah menjungkir-balikan pasal 29 UUD 1945. Pasal yang memuat dua ayat tersebut tegas menyebutkan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa [ayat 1]. Artinya, negara menyadari dan menjamin rakyatnya memeluk dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing [ayat 2].
“Pasal 29 UUD 1945 ayat 1 dan 2 adalah penjabaran dari Pembukaan UUD 1945, yang merupakan norma dasar negara. Jika kebijakan Pemkot Malang terkait ‘Malang Halal’ dilanjut, justru akan mencederai semboyan Negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya.
Setyo menyebutkan, bangsa Indonesia memiliki pengakuan pengakuan, yaitu adanya beragaman suku, agama, ras, dan budaya, juga sekaligus pengakuan sebagai satu bangsa.
“Jika kebijakan diteruskan, nantinya terkesan bahwa pembuat kebijakan telah menurunkan lambang Burung Garud,a yang mencengkeram pita semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika,” bebernya.
“Pada intinya, kebijakan ‘Malang Halal’ harus dicabut. Karena pembuat kebijakan bukan saja telah melanggar sumpah jabatan, tetapi juga melanggar dasar negara UUD 1945. dan semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika,” tutup Setyo. (DK99/MAS)