KOTA MALANG – malangpagi.com
Bangunan di Jalan Aries Munandar No. 52 Kota Malang itu terkesan begitu angkuh, sepi, tanpa ada aktivitas di dalamnya. Gedung bercat putih tulang tersebut dilindungi pagar tinggi dengan pilar-pilar penyangga begitu kokoh.
Namun siapa sangka, griya yang berlokasi di Kelurahan Kidul Dalem Kecamatan Klojen ini adalah bekas Loge Freemason. Meskipun sudah tidak ada lagi logo jangka dan penggaris siku yang menjadi ciri khas organisasi yang dibawa Jacobus Cornelis Matthieu Radermacher (1714-1783). Seorang anggota kelompok Freemason Belanda yang datang ke Indonesia pada tahun 1757.
Menuruf Arief DKS, arsitek sekaligus penggagas komunitas Malang Old Photo, gedung yang berada di Jalan Aries Munandar No. 52 itu bergaya arsitektur Nieuw Indische Bouwstijl.
“Gaya arsitektur tersebut memiliki ciri utamanya dibangun di lahan yang besar dengan atap menjulang, agar sesuai dengan iklim tropis di Indonesia. Bangunan bergaya Nieuw Indische Bouwstijl seringkali ditemukan menggunakan tiang-tiang bergaya Eropa,” jelasnya saat ditemui Malang Pagi, Selasa, )1/6/2021)
Pria yang gemar mengoleksi foto-foto lawas itu menambahkan, gaya Nieuw Indische Bouwstijl merupakan langgam setelah era Indische Empire yang populer di abad 19 dan 20, sebelum Perang Dunia II.
Jejak sejarah gedung megah ini dijelaskan dalam buku “Freemason dan Teosofi Persentuhannya Dengan Elite Modern di Indonesia” karangan Artawijaya.
Disebutkan bahwa Loge Malang termasuk loge besar di Jawa Timur yang tergabung dalam Virje Macconnieke Vereeniging (Perkumpulan Freemason).
Selain aktivitas loge, anggota Mason di Malang juga mendirikan perpustakaan rakyat, sekolah netral, sekolah untuk anak-anak, dan sebagainya.
Para pimpinan Loge Freemason di Malang adalah W.A Godin (1902-1903), K.W.M Vogler (1903-1904), Jhr. van Benthem van den Bergh (1904-1907), G.H Prinsen Geerlings (1907-1909), L. Schol (1909-1911), L.F van Gent (1911-1914), W.C Pruis (1914-1916), dan L.Schol (1916-1918, 1918-1920).
Dalam buku yang sama, disebutkan bahwa arti Freemason adalah organisasi intelektual liberal Eropa sejak abad ke-18. Anggota-anggotanya pada umumnya memperjuangkan sekularisasi negara dan pemerintahan dan mengupayakan kehidupan berbudaya modern. Anggotanya adalah adalah kaum bangsawan, elite, dan pekerja.
Senada dengan hal tersebut, pemerhati dan pecinta sejarah Tjahjana Indra Kusuma menyatakan, anggota Freemason terdiri dari kaum elite.
“Keanggotaan Freemason bersifat cair, privat, cenderung tertutup, yang terdiri dari kaum elite kota sehingga terkesan eksklusif,” ungkapnya.
“Tujuan awalnya bersifat sosial dengan tujuan mencerdaskan rakyat lewat donasi anggota, untuk mendirikan perpustakaan dan sekolah yang lazim berasrama dan berbeda kurikulum dengan yang ada,” tambah Indra.
Pria yang ahli dalam bidang perkeretaapian itu menjelaskam, awal mula Freemason adalah grup tukang batu abad pertengahan yang membangun kastil, istana, dan katedral sehingga logonya adalah jangka dan penggaris siku.
Organisasi ini lama-lama menjadi elitis yang diisi oleh golongan elite. Dari kaum elite ini muncul bermacam-macam akidah yang ada di dalamnya.
“Anggota Freemason yang awalnya kumpulan ngopi berkembang meluas. Ada pimpinan partai sosialis yang simpatisan fasis, theosofi, zionis, dan lain-lain yang saling berebut pengaruh,” papar Indra.
Malang mempunyai loge sejak tahun 1901. Saat itu masih belum mempunyai loge atau gedung yang bersifat menetap. Pertemuan para Mason kerap dilaksanakan di Rumah Militer (Militaire Teehuis) Kayutangan dan Rumah Talun.
Baru pada tanggal tahun, dibelinya lahan di Klodjen Kidul Straat berhadapan dengan ANIEM, diresmikan loge yang dilengkapi perpustakaan pada tanggal 1 April 1914, yang bertujuan untuk mencerdaskan lingkungan dan kegiatan gemar membaca.
Kegiatan ini menarik para penerbit buku dan koran untuk memberikan langganan buku dan koran gratis. Konon loge ketiga di Kota Malang ini disebut sebagai perpustakaan anggota Freemason terbesar di Hindia Belanda.
Penulis : Hariani
Editor : MA Setiawan