MEDAN – malangpagi.com
Sosok ulama besar dan cendekiawan asal Sumatera Utara, almarhum Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin, MSc., (1917–2001) berusaha menjembatani ilmu pengetahuan teknologi dan agama, agar agama tidak dipahami sebagai sekadar dogma dan kehilangan peminatnya di zaman teknologi digital ini. Sejak 1950-an, beliau memperkenalkan ilmu metafisika eksakta.
Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin, MSc., adalah seorang ahli tasawuf dan tokoh sufi kharismatik kelahiran Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatera Utara pada 20 Juni 1917. Beliau merupakan mursyid [guru] Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, salah satu tarekat terbesar di Indonesia. Di mana tarekat yang dipimpinnya berkembang pesat di Indonesia, Malaysia, Amerika Serikat, Inggris, dan beberapa negara lainnya.
“Beliau menjabarkan pemahaman agama dan spiritual dalam tasawuf, dengan perspektif ilmu pengetahuan dan teknologi modern, dalam konsep yang disebutnya ilmu metafisika eksakta. Agar agama dan spiritual dapat dibuktikan logika kebenarannya, dan bukan sekadar menjadi dogma,” kata Drs. H. Sayyidi Syaikh Ahmad Farki, SH., Ketua Dewan Pembina Yayasan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya.
Hal ini disampaikan dalam sambutan peringatan Hari Keputeraan 105 tahun kelahiran Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, yang diselenggarakan di Universitas Panca Budi Medan, Sabtu (25/6/2022). Rangkaian kegiatan tersebut terdiri dari launching dan bedah buku-buku Karya Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, Seminar Nasional, Seminar Internasional, dan sejumlah kegiatan lainnya pada 21-25 Juni 2022.
Disebutkannya, untuk membumikan ajaran tasawuf agar bersinergi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya mendirikan lembaga pendidikan Perguruan Panca Budi, dari TK/PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, dan Universitas Pembangunan Panca Budi Medan. Saat ini, perguruan tinggi tersebut telah memiliki empat fakultas, serta 20 program studi S-1 dan delapan program studi S-2.
Metafisika Eksakta
Dalam salah satu sesi bedah buku Metafisika Eksakta karya Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya yang dihelat pada 22 Juni 2022, Dr. H. Zikmal Fuad, MA., Tuan Guru Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah Babussalam menyampaikan bahwa karya-karya Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya merupakan satu-satunya literasi di dunia yang membahas tasawuf dari perspektif metafisika eksakta.
“Sejarah mencatat, para syaikh Tarekat telah memberi banyak kontribusi, termasuk dalam perlawanan menghadapi kolonialisme. Tak sedikit para syaikh Tarekat dengan berbagai karomahnya yang ditakuti penjajah. Seperti Syaikh Yusuf Al-Makassari, Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani, dan masih banyak lagi,” papar Zikmal Fuad.
“Cerita-cerita karomah Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya juga cukup terkenal. Uniknya, beliau mampu menjelaskan berbagai fenoma karomah tersebut dalam logika ilimah metafisika eksakta. Inilah kontribusi penting beliau bagi dunia tasawuf,” lanjut dosen di Universiti Kebangsaan Malaysia itu.
Sementara itu, Prof. Dr. Waston, M.Hum., Guru Besar bidang Agama dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Surakarta, pembicara dalam sesi Bedah Buku “Metafisika Teknologi Dalam Al-Quran” karya Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, menyatakan bahwa dari perspektif epistemologi, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya memiliki reputasi yang recognize, telah diakui oleh para peneliti Indonesia maupun internasional.
“Sampai saat ini, tercatat lebih dari 50 tulisan ilmiah dari para akademisi, peneliti, dan penulis, baik dari Indonesia maupun luar negeri, berupa skripsi, thesis, disertasi, jurnal-jurnal ilmiah, dan buku, baik dalam bahasa Indonesia, bahasa Melayu (Malaysia) dan bahasa Inggris, yang membahas pemikiran, sosok kepribadian, karya, dan pola dakwah Prof. DR. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya yang unik dan berbeda dengan ulama-ulama pada umumnya ini,” tuturnya.
Rahmatan Lil Alaamiin
Dalam sesi Bedah Buku “Metafisika Tasawuf Islam”, Direktur Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Prof. Dr. Hadarah, M.Ag., mengungkapkan tiga pilar penting kesimpulan dari buku-buku karya Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya. Yaitu peran tasawuf dalam teknologi modern, peran tasawuf bagi umat manusia, dan hubungan zikir dengan perbaikan akhlak.
Sementara itu, Drs. H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si., Wakil Ketua DPR RI, dalam sesi Seminar Nasional di hari ketiga menegaskan, Islam di Indonesia harus menjadi kekuatan solutif bagi strategi pembangunan nasional. Baik di Indonesia, maupun bagi peradaban Islam di seluruh dunia. Indonesia akan menjadi rujukan bagi cara kerja Islam yang mengedepankan spirit dan cita-cita luhur rahmatan lil alaamiin. Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya sejak lama telah mengimplementasikan hal tersebut.
Bagi Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya, cara membangun bangsa harus dimulai dari membenahi dan membangun kualitas sumber daya manusia, dengan menemukan kecintaan dan jiwa pengabdian manusia kepada Tuhan. Inilah yang menjadi fondasi pemikiran dan pergerakan Beliau.
Tasawuf vs Radikalisme
“Cinta dan pengabdian kepada Tuhan akan berdampak pada tumbuhnya cinta dan pengabdian pada bangsa dan negara,” demikian penjelasan dari Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia, dalam sesi seminar nasional hari keempat, dengan tema “Militansi Beragama Sebagai Upaya Menanggulangi Radikalisme.”
“Orang dengan tingkat spiritualitas beragama dan berketuhanan yang tinggi akan menghargai perbedaan. Karena mampu menghayati dan mengimplementasikan apa yang disebutkan dalam Al-Quran, bahwa Allah menciptakan manusia berbeda-beda, berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku agar saling mengenal,” jelasnya.
Menurutnya, Indonesia sampai saat ini sebetulnya masih dalam keadaan yang belum baik-baik saja. Radikalisme dalam beragama menjadi paham yang terus dibangun di atas manipulasi, distorsi, dan doktrin yang mendikotomi serta menjauhkan antara agama dan negara.
“Beberapa ciri utama kelompok radikalisme yaitu, merasa paling benar, intoleransi perbedaan, ekslusif terhadap perubahan dan lingkungan, anti pemerintahan yang sah, membangun sikap-sikap negatif, anti terhadap kearifan lokal dan kebudayaan, serta antitarekat dan tasawuf,” ungkap mantan Kabagbanops Densus 88 Polri ini.
Dalam sesi yang sama, Letkol. (Mar) Farick Tr. Opsla, Komandan Batalyon Ifanteri 8 Marinir Harimau Putih Pangkalan Brandan, menyampaikan bahwa puluhan tahun yang lalu Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya telah merumuskan sejumlah prinsip. Yaitu Abdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, Abdi kepada Negara, Abdi kepada Nusa, Abdi kepada Bangsa, dan Abdi kepada Dunia.
Mantan Komandan Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan I Belawan tersebut menjelaskan, Prof. Dr. H. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya juga membuat Piagam Panca Budi, yaitu Beribadah seperti Nabi/Rasul Beribadah, Berprinsip dalam hidup sebagai Pengabdi, Berabdi dalam mental sebagai Pejuang, Berjuang dalam kegigihan dan ketabahan seperti prajurit, Berkarya dalam pembangunan sebagai pemilik.
“Ini semua adalah modal yang kuat untuk mencegah radikalisme, serta fokus dalam berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara,” ungkapnya. Ia menegaskan, negeri ini sangat membutuhkan ulama-ulama yang menyejukkan, dan mampu menumbuhkan rasa cinta dan pengabdian pada Tuhan, bangsa, negara, dan umat manusia. (Bachtiar/MAS)