
KOTA MALANG – malangpagi.com
Sebuah batu nisan berbahan granit terukir logo jangka dan penggaris siku ditemukan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nasrani Sukun, kompleks pemakaman yang berlokasi di Jalan Sudanco Supriadi No. 38 Kota Malang. TPU ini dibangun pada masa Bouwplant III oleh arsitek Belanda, Herman Thomas Karsten.
Dalam buku “Malang Tempo Doeloe” karangan Dukut Imam Widodo, disebutkan bahwa Koeboeran Soekoen dibangun pada tahun 1918 dan merupakan relokasi dari pemakaman Eropa kuno di Goedang Weg (sekarang Jalan Trunojoyo).
Akibat tidak mampu lagi menampung jenazah, maka dibangunlah lokasi pemakaman baru, di mana Arek-Arek Malang menyebutnya Bong Londo, sebuah area pekuburan yang diperuntukkan bagi orang-orang Eropa yang berdomisili di Kota Malang.
Simbol Freemason terpampang jelas pada nisan Dr. P.A.A.F Eyken di lahan seluas 12 hektare itu. Berada di Blok D, makam Dr. Eyken berdampingan dengan sebuah makam yang memiliki bentuk, ukuran, dan bahan yang sama. Uniknya, makam tersebut tidak dibubuhi keterangan apapun.

“Kendati makam di sebelah Dr. Eyken ini tanpa nama, waktu, dan tempat kelahiran maupun meninggal, namun bisa dipastikan itu adalah makam istrinya,” ungkap arkeolog sekaligus sejarawan Dwi Cahyono.
Pria yang juga anggota tim ahli cagar budaya itu meyakini, makam berlambang daun akasia yang melambangkan immortality of soul, yakni salah satu simbol yang juga dimiliki anggota Freemasonry adalah istri Dr. Eyken.
Hal ini karena pertimbangan bentuk bangunan yang sama. Lambang yang tertera pada batu nisan menyiratkan sosok yang dimakamkan di tempat itu adalah anggota Freemason. Di samping itu, adanya konsepsi Nasrani bahwa yang telah dijodohkan pantang dipisahkan manusia, dan tak jarang hal tersebut diimplementasikan hingga kematian.
Dr. Eyken bukanlah orang sembarangan. Seperti yang sering disinggung, bahwa anggota Freemason adalah orang-orang berstrata sosial tinggi, terpandang, memiliki pengaruh dan pekerjaan, serta terkesan eksklusif.
Dalam surat kabar Algemeen Handelsblad, 31 Oktober 1913 diberitakan mengenai penghargaan dan rasa terima kasih yang diberikan Dinas Kesehatan Masyarakat kepada Dr. Eyken, karena telah melakukan penelitian pemurnian biologi di Kebun Botani Bogor. Jasa-jasa Dr. Eyken tersemat dan tidak dilupakan.

Tidak hanya itu, berita kematian sang apoteker pun dimuat di surat kabar Soerabaijasch Handelsblad. Menginformasikan bahwa Dr. Eyken meninggal di Pujon pada 29 Agustus 1934. Mantan direktur Volksapotheek ini terlebih dahulu akan diberkati di Loge Malang. Loge yang dimaksud adalah Loge Macconieke, sebelum disemayamkan di Kerkhof Sukun.
Pada batu nisan tertulis, sang tokoh lahir di Kediri pada 20 April 1869. Bisa dipastikan masa kecilnya di habiskan di kota tahu itu. Baru setelah beranjak dewasa Eyken hijrah ke Pujon untuk menjadi Apoteker.
Pada Buku karangan Steven (2004) yang berjudul “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat Hindia Belanda di Indonesia”, disebutkan bahwa Freemason di Hindia Belanda merupakan bagian dari kaum elit komunitas Eropa yang disebut kaum tua.
Mereka adalah orang-orang yang sudah lama bekerja di kompeni dan lama tinggal di Indonesia. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang kemudian menikah dengan wanita pribumi. Pada tahun 1780-1784, pegawai VOC mengalami mutasi di luar Batavia.
Dimungkinkan, ayah Eyken terkena mutasi dan bekerja di Kediri. Eyken menjadi seorang Mason karena sang ayah juga penganut aliran yang dibawa oleh Jacobus Cornelis Matthueu Radermacher itu.

Dr. Eyken adalah salah satu contoh mestizo, yakni anak yang lahir di tanah jajahan dan merupakan hasil perkawinan dari ayah berkebangsaan Eropa dan ibu pribumi.
Keberadaan Freemason di Malang bahkan di Indonesia sempat vakum. Lantaran saat pendudukan pada 1942-1945, Jepang menentang keras organisasi ini untuk tumbuh dan berkembang. Terlebih larangan ini mendapat dukungan dari Nazi selaku koalisi negara Matahari Terbit itu.
Eksistensi Freemason di tanah air semakin redup, diperkuat dengan Keputusan Presiden Nomor 264 Tahun 1962 tentang larangan organasisi Eropa untuk hidup di Indonesia.
Hingga akhirnya pada masa pemerintahan Presiden KH Abdul Rahmat Wahid (Gus Dur), Keputusan Presiden yang ditandatangani Ir. Soekarno tersebut dicabut, dan dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2000.
Alasan diberlakukan Kepres tersebut adalah sebagai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun begitu, organisasi yang kerap dikaitkan dengan iluminati, zionisme, dan berbagai teori konspirasi itu sudah tidak pernah muncul lagi di Indonesia.
Makam Dr. Eyken dan istri di Koeboeran Londo, nama populer TPU Nasrani Sukun, menjadi bukti sejarah yang tidak diragukan bahwa Freemason pernah hidup, tumbuh, dan berkembang di Kota Malang.
Penulis : Hariani
Editor : MA Setiawan