
KOTA MALANG – malangpagi.com
Letusan Gunung Semeru pada Sabtu sore (4/12/2021) disebabkan karena guguran lava dan disertai awan panas. Hal tersebut diungkapkan pakar geologi, Irwan Susilo.
“Gunung Semeru bertipe strato. Kejadian kemarin karena adanya guguran lidah lava disertai awan panas,” ungkap Irwan kepada Malang Pagi, Minggu (5/12/2021).
Pria yang tinggal di Sidoarjo itu memaparkan, guguran lidah lava merupakan erupsi kecil-kecil yang belum turun. “Jadi di atas atau di puncak Semeru itu banyak tumpukan material hasil erupsi kecil-kecil sebelumnya yang belum turun, terbawa ke bawah oleh air hujan. Akibatnya menumpuk di atas,” terangnya.
“Letusan kali ini cukup besar. Sehingga material yang terkumpul, dan ditambah material dari kawah yang kondisi panas di atas cukup banyak. Bersamaan dengan air hujan bercampur menjadi lahar yang mengalir ke bawah, serta terdapat awan panas yang berasal dari kawah,” imbuh Irwan.
Dirinya pun menjelaskan perbedaan antara erupsi dan guguran lidah lava.
“Letusan adalah erupsi, ledakan yang eksplosif. Biasanya batu terlontar ke udara. Sedangkan guguran berupa muntahan atau luberan material panas dari kawah. Jika yang keluar material panas bubur batu, itu disebut lava. Karena yang mengalir berbentuk lidah, maka disebut lidah lava,” jelasnya lagi.
Irwan menekankan, bahwa secara umum erupsi dibedakan menjadi dua. Yaitu erupsi eksplosif atau ledakan, danerupsi effusive atau guguran. “Kejadiannya bisa jadi campuran keduanya. Yang terjadi di Semeru saat ini lebih ke guguran atau effusive, disertai material panas dari lava,” terangnya.
Dirinya tak menampik kemungkinan akan terjadi letusan susulan. “Kemungkinan susulan itu ada. Karena masih status waspada atau level 2. Artinya masih ada potensi guguran lava [material panas], lontaran batu pijar di sekitar puncak, hujan abu, dan guguran material yang sebelumnya terkumpul di puncak menjadi lahar yang mengalir ke bawah” urai Irwan.
Saat ditanya kapan pengungsi dapat kembali ke rumahnya, dirinya belum dapat memperkirakan. “Karena masih dalam status waspada, jadi para pengungsi kembali ke rumahnya harus dalam kondisi aman. Kalau sampai kapan, tidak bisa saya sampaikan, karena butuh data pemantauan aktivitas gunung di puncak, dan sisa material yang masih ada di puncak,” ungkap lulusan Teknik Geologi Universitas Gajah Mada itu.
“Kalau masih banyak kelebihan material di puncak, akan sangat bahaya dengan potensi adanya aliran lahar dingin, terutama di sungai-sungai besar dan sekitarnya. Tunggu hasil informasi dari Badan Geologi yang mempunyai tugas itu,” pungkas Irwan. (Har/MAS)