KOTA MALANG – malangpagi.com
Dalam rangka memperingati Hari Lahir Nadhlatul Ulama (NU) yang jatuh pada 17 Februari 2022, atau 16 Rajab 1443 Hijriah, banyak hal yang dapat dilakukan, di antaranya dengan mengenang perjuangan kiprah Kyai Haji Mudhlor, salah satu tokoh NU yang menorehkan segudang prestasi.
Seperti diketahui, NU merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. NU lahir pada 31 Januari 1926, atau 16 Rajab 1344 Hijriah.
Organisasi yang didirikan ulama besar Kyai Haji Hasyim Ashari ini banyak berkiprah di masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial, yang dikelompokkan dalam beberapa bidang. Seperti LP Ma’arif, Lazisnu, Ishari, Pergunu, JQHNU, IPNU, IPPNU, Anshor, Muslimat, dan sebagainya.
Ulama besar KH Hasyim Ashari pernah berpesan, bagi siapa yang mau mengurusi NU maka akan dianggap sebagai santrinya, dan didoakaan husnul khatimah berikut keluarganya.
Pesan ini menjadi pendongkrak bagi warga NU untuk mengabdikan diri dalam NU, dengan harapan mendapatkan keberkahan dari Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng tersebut.
Tak terkecuali, KH Mudhlor, yang juga memantabkan diri untuk bergabung dalam keluarga besar NU, dengan jasa dan kiprahnya.
Berikut kiprah Abah Mudhlor dalam NU:
1. Sekretaris NU Widang Tuban, 1955
Pada 1953, Kyai Abdul Hadi Zahid, pengasuh Pesantren Langitan memberikan instruksi untuk menyebarkan paham Aswaja ke berbagai ranting, dan menyebarkan NU ke berbagai daerah.
Saat itu, masalah kepengurusan diserahkan kepada generasi muda. Karena kedekatan beliau dengan Abah Mudhlor, maka posisi sekretaris atau katib diserahkan kepada Abah Mudhlor, yang saat itu menjadi pengajar di MTs Falahiyah Langitan.
Pada 1955, Abah Mudhlor pernah menjadi panitia Pemilu di Widang – Tuban, berdampingan dengan PKI dan Masyumi (Sholicha, 2011: 164-165).
2. Ketua Tanfidziyah NU Cabang Babat, 1955–1979
Abah Mudhlor merupakan sosok pemimpin yang amanah dan profesional. Beliau menerapkan trik untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.
Salah satunya adalah menyebarkan NU ke seluruh wilayah Babat dengan cara persuasif, yaitu mendekati para tokoh setempat, mengadakan pengajian, dan menyampaikan paham-paham NU.
Beliau juga mendirikan rumah sakit, rumah yatim piatu, dan madrasah. Melalui strategi tersebut, NU di Babat mengalami perkembangan pesat (Sholicha, 2011: 165–166).
3. Rais Syuriyah NU Cabang Babat
Pada 1980, Rais Am Syuriyah NU Cabang Babat mengundurkan diri karena mengalami musibah. Di kondisi kekosongan ini, Abah Mudhlor yang saat itu menjadi Tanfidziyah, ditunjuk untuk menjadi Rais Am Syuriyah.
Hal yang telah dilakukan saat memegang jabatan sebagai Rais Syuriyah NU Cabang Babat, Abah Mudhlor memerintahkan pelaksanaan Lailatul Ijtima’ sekaligus memimpin acara tersebut.
Selain itu juga menggerakkan majunya peribadahan, pengajian, dan menggaungkan amar ma’ruf nahi munkar (Sholicha, 2011: 166 – 167).
4. Pimpinan NU Kodya Malang
Muktamar NU di Kota Malang periode 1970–1975 memilih Abah Mudhlor sebagai pimpinan NU Kota Malang, dengan alasan beliau merupakan kader NU yang loyal terhadap organisasi secara totalitas.
Dalam pengabdiannya, beliau mengadakan kampanye untuk merangkul anggota sebanyak-banyaknya, mengatur strategi untuk memenangkan Pemilu, dan mengondisikan keadaan internal partai. Namun, beliau demisioner sebelum habis masa jabatannya dengan mengundurkan diri. (Solicha, 2011: 167–169).
5. Rais Am Syuriyah Pusat Partai Persatuan Nadhlatul Ummat, sejak 1998
Selama menjabat sebagai Rais Am Syuriyah PNU, Abah Mudhlor menggunakan banyak cara untuk mendayagunakan potensi anggota, guna berkontribusi dalam masalah finansial, serta menyiapkan taktik untuk menarik empati pihak eksternal.
NU menjadi pilihan Abah Mudhlor. Untuk itulah beliau memutuskan berlabuh di Partai Nadhlatul Ummat. Karena menurut pandangan beliau, PNU adalah satu-satunya partai yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah (Sholicha, 2011: 169–173).
6. Ketua Dewan Mustasyar Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin Indonesia, 1998–2005
Ittihadul Muballighin Indonesia merupakan hasil perombakan ulang dari MISII (Misionaris Islam Indonesia), yang dibentuk pada 1961.
Abah Mudhlor menjadi Ketua Dewan Mustasyar Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin Indonesia periode 1998 – 2005. Beliau dipilih karena memiliki kiprah yang baik dan aktif di jalur perjuangan ini. (Sholicha, 2011: 173–174).
Selain berkiprah di NU, Abah Mudhlor juga berperan di dunia pendidikan. Salah satunya menjadi pendiri IAIN Malang, yang kini dikenal sebagai Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, serta menjadi rektor Universitas Islam Lamongan.
Beliau juga berperan aktif dalam penyusunan Atlas Walisongo bab Sunan Giri, yang diinvetarisir oleh Kyai Agus.
Banyak kiprah lainnya yang ditorehkan Abah Mudhlor. Antara lain mendirikan Forum Halaqah Multidisiplin Ilmu di Pondok Pesantren Langitan, juga pernah mengembara ke berbagai daerah. Mulai dari kota kelahiran beliau, Yogyakarta, Cirebon, Surabaya, dan Malang.
Dalam peringatan Hari Lahir NU tahun ini, semoga pengabdian dan perjuangan Abah Mudhlor dapat menjadi teladan bagi untuk membakar semangat syiar Islam Nadhlatul Ulama. (Har/MAS)