KOTA MALANG – malangpagi.com
Jalan hidup seseorang memang tak pernah ada yang tahu. Seperti halnya jodoh, kematian, serta rezeki. Hal ini yang mahfum kita sebut sebagai takdir Tuhan.
Begitu pun dengan perjalanan hidup yang dilalui oleh Raden Julyarto Prabawasiso. Pria kelahiran Malang 43 tahun silam, yang saat ini berdomisili di Perumahan Bantaran Indah, Jalan Bantaran Indah, Tulusrejo, Kota Malang.
Kepada Malang Pagi dirinya mengisahkan kisah hidupnya, hingga saat ini mancapai kesuksesan dengan memiliki bisnis di sejumlah bidang, meliputi thermal engineering, manufaktur, dan konstruksi di bawah PT Matahari Wasiso Tama (MWT) sebagai sebuah perusahaan holding.
Masa kecil Oche, panggilan akrabnya, sangat sederhana. Sulung dari empat bersaudara itu dibesarkan pasangan ayah yang merupakan pegawai negeri dan seorang ibu rumah tangga. Kedua orang tua Oche saat ini masih menempati rumah di mana Ia dibesarkan di Kota Malang.
Bermula selepas kuliah di tahun 2000, alumni Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang angkatan 1995 ini nekat mengadu nasib di Jakarta. Berbagai pekerjaan Ia lakoni.
Mulai menjadi buruh lepas hingga tukang servis AC. Oche benar-benar bekerja keras mengumpulkan rupiah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sambil mencari lowongan pekerjaan yang lebih menjanjikan.
Hingga suatu saat, Oche memulai kariernya di dunia manufaktur, sejak Ia berhasil lulus tes dan diterima kerja di perusahaan raksasa Astra Internasional.
Dari sinilah Ia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk banyak belajar dan berkarya. Hingga kemudian dirinya bertemu pimpinan perusahaan asal Jepang yang tertarik meminangnya. Peluang inilah yang kemudian banyak memberikan Oche gemblengan mental dan ilmu lanjutan di bidang heat processing.
Seiring waktu, Oche kemudian bertemu dengan Desy, wanita asal Palembang berdarah India yang saat ini menjadi istrinya. Kedua pasangan ini telah dikaruniai seorang anak perempuan.
Beberapa waktu kemudian, Oche meminta istrinya untuk resign dari tempat kerjanya. Ia pun melakukan hal yang sama, dengan jarak waktu yang tidak terlalu lama dengan istrinya.
Alih-alih ingin memulai bisnis dengan modal yang telah dikumpulkan semasa kerja, dan memulai peruntungan di bisnis properti, namun Tuhan berkehendak lain. Dirinya mengalami kebangkrutan.
“Memori suka duka dan pahit getir kehidupan terngiang kembali dalam ingatan, tak lama pasca pernikahan. Ini keputusan sangat berisiko yang telah saya ambil,” tutur Oche saat ditemui di rumahnya, Kamis (27/5/2021).
Tak menyerah, bapak satu anak ini banting stir memulai peruntungannya di bisnis provider telekomunikasi dengan bantuan temannya. Tetapi sekali lagi bisnisnya mengalami kemacetan.
“Sejak sekolah dasar saya dididik mandiri oleh orangtua. Selain karena anak nomor satu, juga karena satu-satunya anak lelaki. Ketiga adik saya semuanya perempuan,” terang Oche.
“Sejak kecil bapak selalu cerita tentang hal-hal teknik, dan selalu membanggakan Pak Habibie, yang waktu itu beliau masih menjabat sebagai Menristek. Hal ini menjadi salah satu inspirasi saya,” lanjutnya.
Dirinya selalu mengingat pesan ayahnya, bahwa seorang laki-laki harus memiliki tanggung jawab. “Harus punya ilmu dan jujur, pasti bisa jadi orang yang bermanfaat. Serta jangan gampang minta bantuan sama orang. Tapi kalau orang minta bantu wajib kamu bantu, begitu kata bapak saya,” ujar Presiden Direktur PT Matahari Waseso Tama itu.
Kegagalan dalam bidang proyek pembangunan menara-menara provider telekomunikasi tak pelak membuat banyak utang yang tidak mampu Ia bayarkan.
“Rasanya saya sudah berada di posisi terbawah. Saat itu istri keguguran, pendarahan terus dan sering pingsan. Sedangkan saya tidak ada biaya. Nggak mungkin juga cerita sama orang tua. Karena saya nggak mau jadi beban pikiran mereka. Saya hanya bisa berteriak dalam hati ‘Allahu Akbar’. Prinsip saya, pertolongan Allah itu biasanya ada di ujung sebuah usaha,” tutur Oche.
Seolah mujizat datang di saat yang tepat, ketika sedang berada di klinik untuk pengobatan sang istri, handphone-nya berdering. Rupanya salah satu perusahaan asal Jepang ingin mengajaknya meeting terkait desain mesin yang pernah dibuatnya beberapa tahun silam. Meeting tersebut lah yang kemudian menjadi proyek pertamanya dan cikal bakal PT Matahari Wasiso Tama.
Oche mengelola dan mengembangkan hasil kerjanya dengan cermat. Sejak itu perusahaannya perlahan mulai dikenal, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Saat ini ada beberapa barang yang masih harus diproduksi di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, India, dan Jepang. Namun PT. MWT tetap bertekad untuk suatu saat bisa memproduksi semuanya di dalam negeri. Agar bisa memajukan industri dalam negeri dengan membuka peluang kerja sama serta lapangan pekerjaan,” tegas Oche.
Hingga saat ini, PT Matahari Wasiso Tama masih dipercaya untuk mengembangkan teknologi di salah satu asset vital negara.
“Tentunya semua ini keputusan Allah. Karena setiap manusia pasti memiliki ceritanya masing- masing. Dan saya harap siapapun juga harus yakin dengan kemampuan diri serta bersungguh-sungguhlah di dalam mengejar impian,” papar Oche.
“Manusia yang mulia adalah yang bermanfaat untuk sesamanya,” tandas pria yang saat ini juga disibukkan mengurus pesantren itu.
Reporter : Dodik
Editor : MA Setiawan