
KOTA MALANG – malangpagi.com
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi menyarikan bahwa lima hak utama perempuan harus dipenuhi.
“Lima hak utama tersebut yaitu hak dalam ketenagakerjaan, hak dalam kesehatan, hak dalam pendidikan, hak dalam perkawinan dan keluarga, serta hak dalam kehidupan publik dan politik,” urai Walikota Malang Sutiaji, saat menjadi narasumber dalam Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) Tematik Perempuan di Hotel Atria Malang, Kamis (17/2/2022).
Dalam gelaran yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kota Malang itu, Sutiaji mempaparkan lima hak utama perempuan yang harus dipenuhi dan dikuatkan.
“Pertama, hak dalam ketenagakerjaan, di mana setiap perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-laki. Kedua, hak dalam kesehatan, yaitu perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas dari kematian pada saat melahirkan, pelayanan KB, persalinan, dan pasca persalinan,” bebernya.
“Dan ketiga yaitu hak dalam pendidikan, yang menyebutkan bahwa perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan dalam segala tingkatan termasuk kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa.”
“Sedangkan keempat, yakni hak dalam perkawinan dan keluarga. Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, meskipun keduanya memiliki fitrah dan peran masing-masing. Tidak boleh ada perkawinan paksaan ataupun kekerasan dalam perkawinan,” imbuh orang nomor satu di Kota Malang ini.

Dirinya memungkasi dengan hak kelima, yaitu hak dalam kehidupan publik dan politik. Yang menerangkan bahwa setiap perempuan berhak untuk memilih dan dipilih. Perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah hingga implementasi. Untuk itu di DPRD Kota ada aturan bahwa 30 persen anggota legislatif wajib dari perempuan.
Menurut Sutiaji, Musrenbang Tematik Perempuan yang mengusung tema Membangun Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial sesuai dengan Visi Pembangunan Kota Malang Bermartabat, tersurat dalam misi ketiga RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah).
“Kesetaraan gender yang diusung dalam Musrenbang Tematik Perempuan ini sesuai dengan visi pembangunan Kota Malang, yaitu mewujudkan kota yang rukun dan toleran berdasarkan keberagaman dan keberpihakan masyarakat rentan dan gender. Artinya, di sini Kota Malang menguatkan persamaan gender dan menghormati perempuan, agar dapat sejajar dengan kaum pria,” papar Sutiaji.
Politisi dari Partai Demokrat itu menyatakan kelima hak utama perempuan di Kota Malang sudah terpenuhi, berdasarkan capaian IPG (Indeks Pembangunan Gender) yang terus meningkat di tengah pandemi.
“Capaian IPG terus meningkat. Dapat dimaknai bahwa upaya pembangunan manusia makin memperhatikan kesetaraan gender. Di 2018 kita berada di angka 94,71, dan melesat di 2021 berada di angka 95,16,” jelas Sutiaji.

“Untuk IDG (Indeks Pemberdayaan Gender), secara komparatif lebih tinggi dari provinsi dan nasional. IDG Kota Malang di 2020 mencapai 78,06, sedangkan Jawa Timur 73,07 dan keseluruhan Indonesia 75,57,” lanjutnya.
Sutiaji pun menerangkan, dalam mewujudkan keberpihakan pada kesetaraan gender, Pemkot Malang sudah melakukan berbagai upaya dengan melakukan peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
“Peningkatan kesehatan perempuan, penurunan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta penguatan kesepahaman dan mendorong pengarusutamaan gender (PUG),” imbuhnya.
Atas capaian tersebut, untuk pertama kalinya Kota Malang meraih penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya 2021, yang diberikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, atas komitmen dan peran dalam mewujudkan pengarusutamaan gender.
Tidak mudah untuk meraih capaian tersebut. Diperlukan sinergi, baik dari kelembagaan Pemerintah Daerah maupun peran serta masyarakat secara pentahelix, dan upaya-upaya agar hak-hak perempuan dapat tercapai.
“Pemkot Malang membuka pelayanan untuk korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menyediakan lembaga advokasi bantuan hukum, rumah sakit, dan lembaga pemerhati perempuan dan anak, serta membentuk Pokja (kelompok kerja) dan menguatkan kerjasama dengan berbagai komunitas perempuan. Karena setelah dievaluasi, bentuk sinergi ini menghasilkan kemajuan signifikan terhadap pemenuhan hak-hak perempuan,” pungkas Sutiaji. (Har/MAS)