KOTA MALANG – malangpagi.com
Tithiek Tenger, yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi kreatif yang dimotori budayawan Djoko Rendy, menggelar Focus Group Discucsion (FGD) bertajuk Menelusuri Historiografi Parlemen Kota Malang, bertempat di Guest House Universitas Brawijaya, Jalan MT Haryono No. 169 Kota Malang, Sabtu (8/7/2023).
Membuka acara tersebut, Djoko Rendy mengemukakan bahwa FGD ini adalah ajang untuk berdiskusi bersama dan dapat menambah data atau bahan literatur dari penelusuran yang telah dilakukan oleh Tithiek Tenger. “Selain itu, dalam rangka untuk mewujudkan sebuah Buku mengenai perjalanan parlemen di Kota Malang,” ujarnya.
Djoko mengaku dirinya bersama konsultan perpustakaan Maria Camela memiliki inisiatif untuk mewujudkan buku tentang sejarah parlemen Kota Malang. “Sebagai masyarakat Kota Malang yang hampir setiap hari berada di lingkungan DPRD Kota Malang, kami memandang keberadaan sebuah buku yang mengulik tentang perjalanan parlemen di Kota Malang ini sangatlah penting,” ujarnya.
“Seperti kita ketahui bersama, banyak hari ulang tahun lembaga-lembaga negara yang sudah ditetapkan. Namun untuk hari ulang tahun DPRD Kota Malang kita masih meraba-raba,” imbuh Djoko.
Melalui FGD ini, budayawan yang menggeluti pembuatan replika topeng Malang itu berharap, lewat terbitnya buku yang mengupas historiografi parlemen Kota Malang dapat ditemukan benang merah yang kemudian menjadi bahan diskusi. “Kami menyadari bahwa penelusuran yang kami lakukan masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami berharap dari pertemuan ini dapat menghasilkan buku sebagai bacaan sejarah dan rujukan pembelajaran regenerasi, baik masyarakat Kota Malang maupun calon pemimpin yang duduk di parlemen,” harapnya.
Sementara itu, Maria Camela yang didapuk menjadi narasumber dalam FGD ini mengemukakan pentingnya keberadaan buku yang mengupas tentang sejarah parlemen di Kota Malang. “Kami menyadari, mencari data tentang perkembangan parlemen di Kota Malang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat kami akan mencari data tersebut ternyata di dalam Gedung DPRD Kota Malang sendiri tidak memiliki data tentang perjalanan dan perkembangan parlemen di Kota Malang,” ungkapnya.
“Maka kami pun berinisiatif mencarinya ke tokoh-tokoh DPRD Kota Malang periode lampau. Selain itu, kami pun pergi ke berbagai perpustakaan di Jawa Timur, hingga ke Perpustakaan Nasional,” beber Maria.
Penelusuran yang cukup panjang itu pun tak sia-sia. Maria mengaku pihaknya akhirnyanya dapat menghasilkan manuskrip sejarah parlemen Kota Malang. “Data yang kami peroleh tidak banyak, karena literatur yang mengupas tentang parlemen Kota Malang hanya ada beberapa. Oleh karena itu, melalui ajang FGD ini, kami berharap para hadirin dapat memberikan saran, masukan, bahkan kesediaannya untuk dapat bergabung dalam pembuatan buku, guna menelusuri sejarah parlemen Kota Malang,” ajaknya.
Kepala Sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sekaligus pustakawan tersebut juga menyampaikan bahwa buku sejarah parlemen Kota Malang nantinya dapat menjadi bahan edukasi bagi anak didik untuk mempelajari tema tentang kepemimpinan.
Di tempat yang sama, narasumber dari kalangan akademisi, Setiyawan, menyambut baik hadirnya buku sejarah parlemen Kota Malang. “Apresiasi kami berikan kepada Bu Maria, atas inisiatifnya melakukan penelusuran historiografi parlemen Kota Malang. Luar biasa. Jadi, buku sejarah tidak hanya disusun oleh akademisi saja. Tetapi budayawan boleh, seniman juga boleh. Ayo, kita berkomitmen bersama-sama untuk mewujudkan mimpi kita. Satu hal tentang sejarah parlemen Kota Malang,” tegasnya.
Secara gamblang, Setiyawan kemudian membagikan ilmu mengenai kajian ilmiah yang sistematis berdasarkan metode tertentu dalam memenuhi kaidah penelitian.
Kegiatan FGD yang berlangsung selama empat jam tersebut berlangsung gayeng dengan mengalirnya usulan, masukan, saran, bahkan sharing pengalaman yang diutarakan para peserta. “Diskusi ini adalah tahapan awal bagi kita dapat melangkah ke FGD selanjutnya. Sehingga nantinya kita dapat memetakan dan mengerucutkan menjadi tiga tahapan. Yaitu tahap pembentukan, tahap perkembangan politik (evolusi), dan masa reformasi,” terang moderator, Roni Agustinus.
Pria yang berprofesi sebagai wartawan itu mengungkapkan, pendekatan filosofis dan kearifan dapat menjadi fondasi penelusuran historiografi parlemen Kota Malang. “Kita akan ketemu lagi pada FGD selanjutnya, dan itu akan lebih rinci dari notulensi saat ini. FGD perdana ini dapat menjadi awal, dan kami membuka ruang seluas-luasnya kepada semua pihak yang memberikan sumbangsihnya,” tutur Roni.
FGD ini antara lain dihadiri oleh perwakilan Museum Musik Indonesia sekaligus anggota TACB Kota Malang Hengki Herwanto, pemerhati sejarah Kota Malang Agung H Buana, perwakilan Museum Panji Ratnawati, sejarawan Kota Malang FX Domini BB Hera, akademisi Universitas Brawijaya Ary Budi, Proofreader MNC Publishing Gedeon Soerja, mantan anggota DPRD Kota Malang Christea dan Agus Sukamto, penulis Ari Ambarwati dan Arief Wibisono, sejarawan Kota Malang Nur Elifianita, budayawan Kota Malang Nasai, Nashir, Widuri Lubis, dan Wibie Maharddhika, serta Nur Syabaniah selaku perwakilan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Malang.
Menariknya, acara ini turut dihadiri mahasiswa disabilitas utusan dari Universitas Negeri Malang, juga ahli bahasa isyarat yang menerjemahkan seluruh materi yang disampaikan oleh narasumber dan peserta FGD. (Har/MAS)