KOTA MALANG – malangpagi.com
Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan turut disuarakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Malang Raya. Selain menuntut IDI tetap menjadi organisasi profesi tunggal bagi dokter, mereka juga mendasak adanya perlindungan hukum bagi dokter ketika menjalankan tugas.
“Keberadaan IDI bukanlah untuk kepentingan dokter semata, melainkan lebih mengutamakan untuk melindungi dan melayani masyarakat,” ujar Ketua IDI Malang Raya, dr. Sasmojo Widito Sp.Jp (K) dalam konferensi pers di Kantor IDI Malang Raya, Jalan Tangkuban Perahu, Kota Malang, Senin (8/5/2023).
Dengan disahkannya RUU Kesehatan, lanjut Sasmojo, berpotensi menghapus IDI sebagai organisasi yang selama ini menjaga kode etik dokter. Dijelaskannya, sebagai organisasi profesi dokter, IDI telah memiliki Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), yang memiliki tugas mengawasi para anggotanya dalam menjalankan tugas sesuai kode etik. Sehingga masyarakat dapat terlindungi ketika menerima pelayanan dari seorang dokter. Dengan begitu, tindakan di luar etik dapat diminimalisir, bahkan dicegah.
“Selama ini IDI berpegang pada etik. Ada MKEK yang bertugas menangani jika ada pelanggaran kode etik. Organisasi profesi lain tidak ada yang seperti IDI,” terang Sasmojo.
Adapun, poin kedua yang dituntut adalah adanya perlindungan hukum bagi para dokter. Pada undang-undang lama, apabila terjadi kasus sengketa dokter dengan konsumen akan ditindaklanjuti oleh Majelis Etik. Namun pada RUU Kesehatan yang tengah dibahas oleh DPR, tidak ada penguatan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum kepada para dokter.
“Selain IDI menjadi organisasi tunggal, kami juga meminta adanya perlindungan hukum. Dalam RUU Kesehatan, hal itu tidak sepenuhnya ada,” tuturnya.
Sasmojo menambahkan, para dokter sebenarnya telah dapat menerima produk undang-undang sebelumnya. RUU Kesehatan yang baru justru dinilai tak berpihak kepada dokter dalam menjalankan profesinya. “Aspirasi ini juga kami sampaikan kepada pemangku kebijakan di Malang Raya. Agar dapat dipahami, bahwa kami akan terus mengawal soal penolakan RUU Kesehatan,” tegasnya.
Berdasarkan sejumlah kajian yang telah dilakukan, IDI Malang Raya mengusulkan ke pemerintah untuk dilakukan harmonisasi lebih lanjut, agar sesuai kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia. Pembahasan harmonisasi berbagai stakeholder berdasarkan pada data-data yang ada. Diharapkan pembahasan harmonisasi tersebut selesai dalam tiga bulan ke depan.
Setidaknya terdapat 2.973 dokter yang tergabung dalam IDI Malang Raya. Semuanya dibekali panduan kode etik yang sehari-harinya harus ditaati, jika tidak ingin berhadapan dengan Majelis Etik dan sejumlah sanksi yang bakal dihadapi. “Harmonisasi diharapkan akan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan warga Indonesia,” pungkas Sasmojo. (Red)