KOTA MALANG – malangpagi.com
Belum lama ini beredar kabar di sejumlah media online, terkait narasumber berhak melakukan penolakan wawancara terhadap wartawan yang tidak memiliki kartu lulus uji kompetensi (UKW).
Statemen tersebut dilontarkan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya, Cahyono yang menyoroti penyalahgunaan profesi wartawan, alias pers liar atau wartawan abal-abal.
“Narasumber bisa menolak jurnalis abal-abal yang belum memiliki kartu Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Anda bisa tanyakan sudah UKW apa belum, dan tergabung dalam organisasi apa,” ucap Cahyono dilansir dari Malang Voice, dalam acara Diklat Jurnalistik di Kantor Perumdam Among Tirto, Kota Batu, Sabtu (5/6/2021)
Masih kata Cahyono, mereka ini sering muncul tanpa identitas yang jelas dan mencari keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan sebagai wartawan sehingga mencoreng marwah wartawan.
Bukan sekali ini, sebelumnya Cahyono juga pernah mengeluarkan pernyataan serupa saat memberikan materi training jurnalistik di hadapan karyawan Tugu Tirta Kota Malang, 29 Mei 2021 lalu.
“Saat ini banyak beredar wartawan abal-abal yang bisa membuat kartu identitas dan bawa-bawa nama lembaga penegak hukum, mereka adalah penumpang gelap dalam dunia pers. Untuk itu, narasumber bisa menolak jurnalis yang belum memiliki UKW, silakan tanyakan sudah UKW apa belum,” ucap Cahyono dikutip dari Malang Voice.
Dewan Pers sendiri sudah melakukan bantahan terkait tudingan yang menyebut wartawan yang belum memiliki sertifikasi kompetensi sebagai wartawan abal-abal dan berhak untuk menolak wawancara.
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo mengatakan, meskipun wartawan belum melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), mereka tetap bisa melakukan tugas jurnalisme untuk mewawancarai narasumber.
“Wartawan yang boleh dilayani (wawancara –red) adalah wartawan yang memiliki sertifikasi, tidak (tidak benar –red),” Terangnya Agus dinukil dari Media Sulbar, 29 Februari 2020 lalu.
Menurutnya, Dewan Pers tidak memberikan aturan hanya wartawan yang memiliki sertifikasi saja yang diperbolehkan melakukan wawancara kepada narasumber. “Dari Dewan Pers tidak pernah memberikan imbauan yang macem-macem,” tambahnya.
Agus menjelaskan, berdasarnya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, wartawan dalam menjalankan tugasnya di lapangan harus memiliki tanda pengenal pers (ID card) dari perusahaan pers tempatnya bekerja.
Dirinya menambahkan, akan lebih baik jika wartawan memiliki sertifikasi kompetensi dan memiliki kartu anggota dari salah satu organisasi wartawan.
“Demi meningkatkan kepercayaan narasumber, wartawan harus memiliki kartu pers yang dikeluarkan dari perusahaan pers tempat Ia bekerja. Itu yang penting,” pungkasnya.
Lulus UKW Tidak Menjamin Kompetensi Wartawan
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke menegaskan bahwa sertifikat UKW bukan jaminan wartawan tersebut memiliki kompetensi.
“Faktanya, para lulusan UKW gagal menunjukkan kompetensinya dalam berkarya sebagai wartawan. Minimal, mereka masih gagap dalam menjalankan profesinya sebagai jurnalis. Justru sebaliknya, tak terhitung banyaknya wartawan tanpa sertifikat UKW yang kinerjanya sangat profesional di berbagai media mainstream, baik di dalam maupun di luar negeri,” tutur Wilson yang disampaikannya melalui situs Kejar Fakta.
Dirinya pun menjelaskan mengapa UKW tidak menjamin kompetensi dalam menjalankan profesi sebagai wartawan. Sama seperti di dunia pendidikan pada umumnya, kompetensi tidak ditentukan oleh ujian atau tes kelulusan.
“Ujian hanya dilakukan untuk mengukur kemampuan kognitif seseorang. Sementara kompetensi merupakan ranah afektif dan psikomotorik manusia. Kompetensi hanya dapat diukur menggunakan variabel competency assessment,” jelasnya.
Wilson menilai, kompetensi seorang wartawan tidak hanya diukur dari sisi pengetahuan dan kemampuan menghasilkan karya jurnalistik. Kompetensi kewartawanan seseorang semestinya dinilai secara kualitatif dari sisi karakternya sebagai wartawan.
Idealisme kewartawanan yang meliputi: kejujuran, integritas, semangat pantang berputus asa, kepedulian sosial, dan ketulusan hati, harus menjadi karakter harga mati bagi seseorang wartawan. Unsur-unsur inilah yang semestinya di-assesment dalam rangka meningkatkan profesionalitas setiap wartawan.
Penulis : MA Setiawan
Editor : Redaksi