
KOTA MALANG – malangpagi.com
Acara Wayang Syawalan yang digelar di depan Punden Mataram Bandulan Lapangan Sumberalur Bandulan gang VIII pada Jumat (13/5/2022), mendapat apresiasi dari Wakil Walikota Malang, Sofyan Edi Jarwoko. Bung Edi, sapaan Wawali, menyebut bahwa perhelatan budaya ini merupakan bentuk kearifan lokal guna nguri-uri budaya.
“Kegiatan wayang ini merupakan suatu bentuk kearifan lokal yang dilaksanakan setiap tahun, dan merupakan bagian dari nguri-nguri kebudayaan kita. Siapa lagi yang akan merawat atau nguri-uri budaya, jika bukan kita,” ucap Bung Edi.
Dirinya mengatakan, wayang merupakan bagian dari jati diri bangsa dan kebudayaan Indonesia. “Jangan sampai negara lain mengakui, baru kita bergerak,” pesannya.

Menurutnya, kegiatan ini memiliki nilai-nilai gotong-royong yang perlu dibangun. “Dan ini merupakan kehendak dari masyarakat kita. Pasti di dalamnya ada nilai-nilai gotong royong dan bahu-membahu yang diaplikasikan,” paparnya.
Pejabat yang asli arek Malang itu pun mengaku turut berbahagia, lantaran dalam kegiatan tersebut terlihat bahwa sektor perekonomian mulai bergeliat. Para pedagang makanan hingga mainan pun tampak beraktivitas mendukung acara.
“Tentu dalam hal ini ada banyak organisasi maupun komunitas yang hadir. Kegiatan wayang kulit dalam rangka hormat di bulan Syawal ini mendapat respons luar biasa dari masyarakat. Geliat perekonomian juga sudah mulai terlihat dan RT RW juga saling nyengkuyung [gotong royong],” jelas Bung Edi.

Kepada Malang Pagi, salah satu penggagas kegiatan, Mashudi alias Joni Buana, mengatakan bahwa Wayang Syawalan merupakan bagian dari kegiatan Punden Mataram Bandulan, yang biasa diselenggarakan setelah lebaran ketupat.
“Setelah lebaran ketupat, di Punden Mataram Bandulan diselenggarakan atraksi budaya yang bernuansa Islami. Ada selawatan dan kasidah kontemporer, hatur bakti leluhur, tawasulan, dan kirim doa dalam punden. Selain itu juga digelar macapatan, sendra tari, dan ditutup dengan pergelaran wayang kulit semalam suntuk,” beber Joni Buana.
Budayawan yang pernah menjadi Kepala Sekolah Budaya Tunggulwulung itu pun menegaskan, bahwa rangkaian kegiatan ini Ia sebut sebagai Pitutur Mungkur. Yang artinya menasihati tetapi tidak tampak [secara tidak langsung]. “Kegiatan ini mengingatkan kita untuk selalu ingat kepada leluhur. Merekalah yang berjuang hingga ada wilayah Bandulan ini,” ungkapnya.
Joni mengatakan, perhelatan ini sudah dilaksanakan sebanyak tiga tahun, dengan dana yang berasal dari swadaya masyarakat. “Pada kegiatan ini, panitia sudah tertata sendiri tanpa dikomando. Dan ini dapat terlaksana karena adanya kesadaran yang terbina, serta terbentuk dari satu irama rasa,” tuturnya.
Dirinya berharap, melalui kegiatan ini para generasi muda dapat mengenal budaya asli negeri sendiri, dan senantiasa melestarikan budaya. (Har/MAS)