KOTA BATU, Malangpagi.com
Puluhan jurnalis dari Malang Raya ,Mojokerto dan Pasuruhan, antusias ikuti “Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) jurnalistik. Diklat ini lanjutan kesatu angkatan IV/2018 yang digelar Lembaga Supremasi Media Indonesia (LASMI).Tajuk yang diusung, “Profesionalisme Jurnalis dan Sertifikasi Kompetensi Wartawan”.
Diklat di gelar mulai pagi hingga sore hari, bertempat di Dendeng Ontong Resto dan Cafe, Hall Guest House dan Villa di Jalan Bukit Berbunga No.209, Desa Sidomulyo,Kecamatan Batu, Kota Batu, Minggu 02 Agustus 2020.
Pemateri Diklat Yunanto menjelaskan, sejak awal dirinya sengaja menukik ke ihwal profesionalisme wartawan.
“Kita harus memahami secara benar, perihal hakikat profesionalisme dalam konteks peningkatan kualitas wartawan. Berikutnya, harus menghayati makna martabat profesi wartawan,”tutur wartawan harian sore Surabaya Post 1982-2002 ini.
Mantan jurnalis jebolan Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta ini melanjutkan, bahwa dua hal tersebut berkorelasi dengan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Sesuai dengan amanat dalam Pasal 15 ayat (2-e), UU RI No. 40/ Tahun 1999 tentang Pers, UKW menjadi domain Dewan Pers.
“UKW yang kami maksut, merupakan syarat penerbitan Sertifikasi Kompetensi Wartawan oleh Dewan Pers. Dasarnya, Peraturan Dewan Pers No. 4/ Tahun 2017. Ihwal SKW itu sendiri ada tiga jenjang ( SKW Muda, SKW Madya, dan SKW Utama),” lanjut pria yang juga wakil ketua LASMI Bidang Peningkatan SDM ini.
Ia juga memberikan kiat sukses menapaki UKW. Antara lain, kewajiban memahami dan menghayati secara baik UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Menurutnya, dua hal tersebut harus tercermin pada karya jurnalistik bermutu baik. Maka jurnalis dituntut wajib berbahasa jurnalistik secara baik dan benar.
“Sangat penting diingat, karya jurnalistik adalah karya intelektual. Segala masalah yang muncul terkait dengan karya jurnalistik, haruslah diselesaikan secara intelektual pula,” ujar Pria dua cucu ini.
Terkait dengan hal tersebut, ia tegaskan, setiap jurnalis wajib “melek” (memahami) hukum positif, yaitu undang-undang. Khususnya hukum publik (hukum pidana), tanpa meremehkan perlunya mengetahui hukum privat (hukum perdata).
“Kami anjurkan setiap jurnalis paham terkait pondasi hukum publik dengan baik, yaitu UU RI No. 8/ Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Produk – produk hukum postif lainnya, harus dipahami juga secara lebih baik lagi,” tandasnya.
Ia tegaskan, jangan sampai terjadi mengaku wartawan. Semisal, tidak tahu menahu bedanya alat bukti dengan barang bukti, karena tidak melek Hukum Acara Pidana.
“Jika jurnalis tidak “melek” hukum, sangat rentan bahaya. Baik bagi jurnalis yang bersangkutan maupun bagi institusi medianya,” tegasnya
Ia berharap setelah gelaran diklat lanjutan tersebut, kualitas karya jurnalistik peserta diklat meningkat. Menurutnya, secara sepintas dan kasat mata hal itu dapat dideteksi dari kualitas bahasa Indonesia jurnalistik, tentu yang digunakan dalam karya jurnalistiknya. ( Yan/Don)