KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Sejak awal didirikan pada awal tahun 2000 silam, Padepokan Eyang Panji dikenal kerap melakukan berbagai kegiatan spiritual dan budaya. Salah satunya yaitu menggelar peringatan tahun baru Islam atau Satu Suro, yang selalu diadakan setiap tahun.
Tahun ini, Padepokan Eyang Panji melakukan prosesi ritual Malam Satu Suro di Desa Jenggolo, Kepanjen, Kabupaten Malang pada Kamis (19/8) dini hari lalu. Acara tersebut juga disertai kegiatan bakti sosial, dengan pemberian satu unit komputer kepada BUMDes setempat. Selain itu, juga dilakukan pembagian 99 paket sembako kepada masyarakat sekitar.
Prosesi ritual Satu Suro. di Padepokan Eyang Panji sejatinya dibagi menjadi tiga bagian. Yaitu Purwo, Madyo, dan Wasono. Kegiatan Purwo dilakukan tepat di Malam Satu Suro. Prosesi diiawali dengan khataman Alquran, pengajian, dan diakhiri prosesi ritual jamasan.
Untuk Madyo, biasanya diadakan pada tanggal 15 Suro. Di tahun-tahun sebelumnya, acara Madyo ini selalu diisi dengan pergelaran wayangan. Sedangkan Wasono sebagai penutup digelar pada 30 Suro, biasanya disemarakkan dengan pertunjukkan seni jaranan. Namun di masa pandemi Covid-19 tahun ini, acara Madyo dan Wasono terpaksa ditiadakan.
“Untuk prosesi ritual setiap Malam Satu Suro, kami menganut apa diajarkan Sunan Kalijogo, yaitu menyesuaikan dengan penanggalan Hijriyah Islam,” ungkap Pemangku Padepokan Eyang Panji, Wahyu Widayat kepada Malang Pagi, Kamis (20/8).
“Malamnya, kami adakan ritual mendekatkan diri pada Tuhan dengan melakukan jamasan. Semua jamaah dimandikan dengan air dari tujuh sumber mata air,” lanjut pria yang lebih akrab dipanggil Ki Wahyu ini. Menurutnya, angka tujuh memiliki filosofi yang bermakna agar segala tujuan baik dikabulkan atau dijabah oleh Allah SWT.
Sedangkan air yang digunakan untuk prosesi jamasan diambil dari tujuh sumber mata air kramat. Di antaranya dari mata air Sumber Metro di Kepanjen, yang memiliki makna kemegahan dan kewibawaan. Ada juga yang berasal dari mata air Sumber Urip yang maknanya harapan untuk memperoleh umur panjang, dan dari mata air Sumber Manggis yang berarti kelancaran dalam usaha, serta masih ada dari sejumlah sumber mata air lain.
Nama Eyang Panji sendiri merupakan singkatan dari Eling, Yakin, Anggayuh, Nugrahaning, Gesang, Piwulang Luhur, Amerangi, Napsu Amrih, Jejege, Iman. Jika dirangkai, kata-kata tersebut memiliki arti yaitu sebagai pengingat akan keyakinan manusia, bahwa Tuhan itu ada serta Maha Segalanya.
Ki Wahyu menyampaikan, bahwa pada intinya padepokan yang bertempat di Perum Janti Blok G, Sukun, Kota Malang ini tetap menerapkan aqidah Islam. Meskipun diketahui banyak jamaah yang menganut agama berbeda. Hingga detik ini, Padepokan Eyang Panji telah memiliki ribuan jamaah yang tersebar ke berbagai pelosok Nusantara.
Tujuan didirikan padepokan ini, yaitu ingin menciptakan kerukunan bangsa dan umat beragama di Indonesia, dengan mensinergikan budaya dan agama. Diharapkan mampu menciptakan masyarakat berbudaya yang beragama, juga masyarakat beragama yang berbudaya.
“Padepokan Eyang Panji mengajarkan perilaku kebaikan. Kami sampaikan melalui “Ngudi Luhuring Agesang Sampurnaning Lampis” yang berarti budi adalah alat untuk mencari kebahagiaan luhur (kebahagiaan dunia akhirat). Kunci utamanya tiga hal. Yaitu sabar, jujur dan suka menolong,” terang pria yang juga Ketua Yayasan Gong Mas itu.
“Kami juga memberikan wejangan-wejangan seputar budi pekerti luhur. Salah satunya tujuannya adalah untuk mengendalikan ego. Karena kita ini kan hidup berdampingan. Sehingga harus memaksimalkan peranan kita sebagai makhluk sosial,” tutup Ki Wahyu.
Penulis : Doni Kurniawan
Editor : MA Setiawan