KOTA MALANG – malangpagi.com
Dengan mengacu amanat konstitusi, yang menyebutkan bahwa negara wajib memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, serta menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, sekelompok orang yang tergabung dalam komunitas Cangkrukan Ngaji Budaya melakukan audiensi dengan DPRD Kota Malang, Rabu (23/2/2022).
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan komunitas Cangkrukan Ngaji Budaya, M Syafril mendesak Pemerintah Kota Malang untuk menyusun kurikulum muatan lokal (mulok) bernapaskan budaya. Dirinya menilai, pendidikan saat ini belum memasukkan unsur budaya dengan memiliki muatan lokal.
“Sesuai kongres 2018, banyak sekali pokok-pokok budaya. Namun kami tidak mengambil semua. Dalam kesepakatan, hanya empat pokok saja yang diambil,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Caping itu menjabarkan, pokok-pokok usulan yang diusungnya yang pertama adalah adat istiadat. Kedua tradisi lisan, dalam hal ini lisan yang pihaknya maksud adalah berbeda dengan bahasa.
Menurutnya, tradisi lisan dapat berupa berupa dongeng, wayang kulit, dan sebagainya. Dirinya menuturkan, wayang kulit bukanlah sebuag seni, tetapi tradisi lisan yang disampaikan dengan muatan filosofi.
Caping meneruskan, pokok ketiga adalah seni, dan keempat adalah olahraga maupun permainan tradisional. “Saat ini kita tidak menjumpai sekolah, mulai tingkatan dasar hingga menengah atas, mengaplikasikan permainan tradisional yang dapat dijadikan muatan lokal. Kita pun terlalu banyak mengadopsi olahraga dari luar. Padahal, olahraga tradisional seharusnya dapat dijadikan ajang Pekan Olah Raga Daerah,” paparnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, dalam olahraga tradisional kadang juga mengadung makna filosofis. Tidak melulu menonjolkan kekuatan dan kerja sama, namun juga terselip filosofi budi pekerti. Agar masing-masing individu menghilangkan sifat egoisme masing-masing.
“Ada tiga hal yang kami sampaikan. Yakni memasukkan budaya ke dalam kurikulum pendidikan. Selanjutnya membuat kampung tematik, namun bukan sekadar untuk kebutuhan pariwisata. Kami berbicara kampung tematik yang memiliki roh budaya muatan lokal,” beber Caping.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwarjana mengapresiasi usulan komunitas Cangkrukan Ngaji Budaya. Pihaknya memandang masukan yang disampaikan merupakan bentuk kepeduliaan terhadap generasi penerus bangsa.
“Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang telah menyiapkan kurikulum toleransi. Saat ini sudah jadi bahannya. Sekarang proses pengerjaan RPP-nya [Rencana Pelaksanaan Pembelajaran]. Nantinya sudah bisa dimunculkan dalam ajaran baru,” terang Suwarjana.
Pria yang juga menjabat sebagai Plt Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Malang itu menyebut, dalam kurikulum toleransi yang dibuat pada 2021 lalu tersebut memuat materi terkait unggah-ungguh, tata krama, adat-istiadat, dan sebagainya. Salah satunya juga mengatur budaya antre.
“Kurikulum, yang rencananya saya masukan muatan lokal khusus Kota Malang ini, belum saya lontarkan. Jadi nantinya saya minta perwakilan dari Cangkrukan Ngaji Budaya untuk pembahasan penyusunannya. Jika ada hal perlu ditambahi, sebelum disampaikan,” imbuhnya.
Kurikulum toleransi, lanjut Suwarjana, merupakan masukan masyarakat, saat Pemkot Malang melaksanakan audiensi. Kurikulum toleransi disusun karena masyarakat menilai karakter Kota Malang sudah hilang.
“Tetapi, budi pekerti tidak dimasukkan dalam kurikulum ini. Karena budi pekerti sudah ada di hampir semua pembelajaran. Insyaallah, nantinya kurikukum toleransi menjadi satu-satunya di Indonesia,” ungkap Suwarjana.
“Semua tentu ada aturannya. Semisal muatan lokal wajib dari Provinsi Jawa Timur, yakni Bahasa Jawa. Insyaallah, saya akan mengakomodir gagasan komunitas Cangkrukan Ngaji Budaya,” pungkasnya. (DK99/YD)