KOTA MALANG – malangpagi.com
Kota Malang juga dikenal sebagai Kota Kolonial. Di mana pada masa pengembangannya ditandai dengan perluasan kota melalui Bouwplant I hingga VIII.
Penataan kota yang begitu apik dengan pembagian wilayah yang detail, membuat Malang disebut sebagai kota dengan perencanaan kota terbaik di Hindia Belanda.
Malang sebelumnya berada di bawah Karesidenan Pasuruan, dan menjadi sebuah Gemeente (Kotamadya) pada 1 April 1914, imbas adanya Undang – Undang Desentralisasi.
Baru pada tahun 1919, Kotamadya Malang memiliki Walikota pertamanya, yaitu H I Bussemaker. Saat itu, Malang masih prematur untuk menjadi sebuah kota besar.
Berkat tangan dingin dan kepiawaian Herman Thomas Karsten, arsitek Belanda yang pakar dalam menata kota, kesuksesan Malang dalam pembangunan kota tidak terbantahkan, bahkan peraturan yang ditetapkan termasuk yang paling maju.
Kemajuan Kota Malang membawa dampak tersendiri. Hingga pada abad 20, banyak warga Eropa memutuskan untuk pindah dan menetap di Kota Malang. Itulah sebabnya, Malang memiliki banyak peninggalan arsitektur kolonial yang masih berdiri megah hingga saat ini.
Dalam rangka menjaga, melindungi, mengamankan, dan melestarikan bangunan tersebut, Pemerintah Kota Malang menetapkan kawasan cagar budaya yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang tahun 2010-2030.
Dalam pasal 44 ayat 1 disebutkan, yang dimaksud Kawasan Cagar Budaya meliputi lingkungan cagar budaya dan bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah, dan penanda atau jati diri pembentukan kota.
Dalam pasal yang sama ayat 3, dijelaskan bahwa bangunan cagar budaya meliputi bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah dan penanda kota, disebutkan antara lain perumahan yang ada di sepanjang Jalan Besar Ijen.
Ironisnya, meski di dalam aturan jelas bahwa sepanjang Jalan Besar Ijen merupakan bangunan cagar budaya, yang notabene pemiliknya berkewajiban untuk mendaftarkan, mencatatkan, menjaga, memelihara, mengamankan, dan menyelamatkan bangunan cagar budaya, namun pada faktanya tidak sedikit bangunan cagar budaya yang dibongkar oleh pemilik hingga berubah bentuk maupun fungsi. Akibatnya, kawasan ini kehilangan marwahnya sebagai cagar budaya.
Menurut Karsten, dalam buku Perkembangan Kota dan Arsitektur di Malang, tidak mungkin lagi membangi area perumahan berdasarkan pada ras. Oleh sebab itu, Ia membangi area perumahan berdasarkan pada tipe rumahnya. Hingga terciptalah rumah tipe villa yang berciri rumah besar, dinding bata, beratap genteng yang berbentuk pelana.
Ciri khas lainnya yaitu terdapat kantilever yang menaungi jendela dari sinar matahari dan hujan. Perumahan elit di Jalan Ijen ini khusus diperuntukkan bagi orang-orang Eropa yang tinggal di Malang. Dapat ditarik benang merah bahwa kawasan Ijen memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.
Menanggapi banyaknya permukiman yang dibangun kembali dengan mengubah wajah asli bangunan cagar budaya yang berada di sepanjang Jalan Ijen, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana menjelaskan, bahwa itu adalah strategi masyarakat yang membongkar bangunan dulu, baru mengajukan rekomendasi untuk dikeluarkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
“Aturannya tidak akan keluar IMB jika tidak ada rekomendasi TACB. Parahnya, mereka langsung bongkar. Setelah membongkar, bangunan cagar budaya sudah tidak ada, baru mengajukan IMB. Ini kan repot. Kasihan juga teman-teman TACB ini,” jelas Suwarjana kepada Malang Pagi, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (25/6/2021).
Lebih lanjut dirinya menegaskan, masyarakat sudah mengetahui bahwa bangunan yang dibongkar di Jalan Ijen merupakan kawasan cagar budaya. Pasalnya, saat pemilik bangunan mengajukan izin ke Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sudah ada sosialisasi bahwa bangunan yang diajukan izin pembongkaran merupakan kawasan cagar budaya. Jadi ada aturan-aturan yang dipatuhi dalam merombak bangunan.
“TACB serba salah. Saat mereka diundang dan dimintai mengeluarkan rekomendasi bangunan cagar budaya sudah tidak ada. Sementara TACB bukanlah pengawas secara kedisiplinan. Ada Satpol PP yang harusnya turut mengawal,” jelas Suwarjana.
“Selain itu, wilayah cakupannya juga luas. Sehingga sulit untuk mendeteksi satu per satu. Yang disorot masyarakat, TACB dianggap tidak bertaring, sehingga posisinya terjepit,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kota Malang, Dr. Dian Kuntari, S.STP M.Si mengatakan, acap kali masyarakat yang memiliki bangunan cagar budaya tidak berkoordinasi dengan TACB untuk melakukan pembongkaran.
“Jadi seringkali TACB dilewati, dan si pemohon kebanyakan sudah memiliki tim legal sendiri yang sudah paham dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tapi sering kali hal itu tidak diindahkan. Padahal dalam Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa setiap kegiatan pemugaran bangunan dan struktur harus dikoordinasikan dan harus mendapat rekomendasi tim Ahli,” jelasnya.
Dian memaparkan, selain mengeluarkan rekomendasi pada bangunan cagar budaya, tugas TACB adalah menetapkan, memeringkat, dan melakukan penghapusan cagar budaya.
Hingga saat ini output yang dihasilkan oleh TACB periode kedua sudah menunjukkan hasil, dan sudah dilakukan kajian mendalam terhadap Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) untuk selanjutnya akan ditetapkan sebagai Obyek Cagar Budaya (OCB).
“Di tahun 2021, target kami sekitar empat puluhan OCB sudah melalui kajian dan akan segera kami upload di website Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Agar masyarakat dapat mengakses sehingga tahu output yang dihasilkan oleh TACB,” imbuhnya.
Dian berharap adanya peranan, partisipasi, serta kepedulian masyarakat dalam upaya menjaga, menyelamatkan, dan melestarikan cagar budaya.
“Apabila masyarakat menemukan Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB), bisa mendaftarkan melalui website Dinas Pendidikan Kebudayaan Kota Malang, dengan alamat dikbud.malangkota.go.id. Ini merupakan bentuk sinergi antara masyarakat dan pemerintah, secara bersama-sama menyelamatkan cagar budaya,” pungkasnya. (Har/MAS)