KOTA MALANG – malangpagi.
Sejumlah pertanyaan yang dilontarkan anggota dewan mewarnai jalannya Rapat Koordinasi (Rakor) terkait Laporan Dana BTT (Belanja Tak Terduga) Pemakaman Covid -19 di Kota Malang yang diselenggarakan di Ruang Paripurna Gedung DPRD Kota Malang lantai 3, Senin (16/7/2021)
Rakor tersebut menghadirkan Kepala Dinas Lingkungan (DLH) Kota Malang Wahyu Setianto, Kepala Bidang Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Malang Lita Irawati, dan Kepala UPT Pengelolaan Pemakaman Umum (PPU) Kota Malang Taqruni Akbar.
Pertanyaan pertama datang dari anggota termuda DPRD Kota Malang, Gagah Soeryo Pamoekti dari Partai Nasdem. Dirinya menanyakan mengenai manajemen di UPT PPU, alur penganggaran, serta mekanisme ongkos gali.
Pertanyaan senada juga diungkapkan, Rokhmad dari Fraksi PKS tentang adanya ongkos gali. “Kami baru tahu apabila ada ongkos gali untuk masyarakat. Karena saat kami turun ke lapangan, masyarakat bilang ‘Pak, rokok Pak’ (minta uang rokok –red). Saya bilang, lho ini kan ada anggarannya. Katanya tidak tahu,” ungkapnya.
Ia juga menanyakan anggaran mamin (untuk makan minum) yang tidak diserap. “Untuk anggaran mamin kenapa tidak diserap, dan justru dikembalikan? Padahal itu penting,” tanya Rokhmad.
Sementara itu terkait penggunaan anggaran, Amithya Ratnanggani Sirraduhita dari Fraksi PDI Perjuangan menanyakan cara identifikasi jenazah yang dimakamkan.
Menjawab pertanyaan anggota dewan, Kepala DLH Kota Malang, Wahyu Setianto memaparkan bahwa alur dari anggaran Covid-19 diserahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
“Jadi kami berkirim surat ke BPBD. Kemudian BPPD ke Pak Walikota. Pak Walikota disposisi Sekretaris Daerah, kemudian turun ke BKAD (Badan Keuangan Arsip Daerah). Dari BKAD ke Bank Jatim, kemudian ke DLH,” urai Wahyu.
Sedangkan mengenai ongkos gali, Kepala UPT PPU Kota Malang, Taqruni Akbar menjawab, “Untuk ongkos gali dan urug ada anggaran sebesar 1,5 juta 500. Dengan anggaran 750 ribu untuk ongkos urug, dan 750 ribu untuk ongkos gali,” jelas Roni sapaan Taqruni Akbar.
“Ongkos urug kami berikan melalui Lurah setempat. Karena saat kami datang, para penggali sudah tidak di tempat. Jadi yang mengetahui adalah Lurah atau RW. Sedangkan untuk ongkos urug adalah dari tim UPT PPU,” lanjutnya
Terkait mamin yang tidak terserap, pihaknya mengaku tidak bisa melakukan estimasi jumlah pemakaman setiap bulan.
“Kita tidak bisa estimasi jumlah pemakaman setiap bulan berapa. Di bulan Juni kami targetkan paling banyak lima jenazah per hari. Tapi ternyata di bulan Juli pemakaman lebih dari 50 jenazah. Karena untuk administratif tidak bisa ditolerir, sehingga daripada ada masalah lebih baik kami cari aman,” ungkapnya.
Roni menjelaskan, saat ada pasien meninggal pihaknya sudah memperoleh data melalui Public Savety Center (PSC) yang dikirim lewat Whatsapp. Data yang disampaikan sudah menjelaskan mengenai penyebab kematian pasien. “Apakah positif, probable, atau suspect. Semua adalah kewenangan Dinas Kesehatan, termasuk anggarannya,” tegasnya.
Pada sesi pertanyaan kedua, Arief Wahyudi dari Fraksi PKB mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang ongkos gali.
“Untuk ongkos gali, masyarakat kita belum tahu. Malah jika ada yang meninggal harus membayar 1,4 juta. Contohnya yang terjadi di TPU Mergan. Meskipun kami ikhlas karena rukun kematian di kami juga kuat, namu perlu adanya sosilalisasi untuk hal ini,” saran Arief.
Sementara itu Jose Rizal Josoef dari Partai PSI menanyakan siapa saja yang dapat dimakamkan secara Covid-19, dan bagaimana prosedurnya. Begitu pula jika yang meninggal adalah masyarakat ber-KTP luar Malang.
Pertanyaan dilontarkan, Rahman Nurmala dari Partai Golkar mengenai mengapa pemakaman Covid-19 berlangsung lama hingga berjam-jam.
Terkait ongkos gali yang masih belum diketahui masyarakat, Taqruni Akbar mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi. “Kami akan mencari pola agar hak para penggali dapat diterima. Sehingga tidak terjadi penarikan seperti yang diungkap Pak Arief Wahyudi,” ucapnya.
Ia pun menjabarkan, bahwa pemakaman Covid-19 dikhususkan bagi masyarakat ber-KTP Malang. Sedangkan untuk warga luar Kota Malang, pihaknya menerapkan tiga opsi.
“Opsi pertama, kami menyarankan untuk dimakamkan di daerah asal. Kedua, tim pemakaman dari asal daerah datang ke Malang. Ketiga, jika memang pihak keluarga meminta dimakamkan di Kota Malang, maka harus ada kompensasi. Karena setiap lembar APD (Alat Pelindung Diri) ada pertanggungjawabannya,” jelas Roni.
Menanggapi waktu pemakaman yang lama, Roni mengatakan bahwa pihaknya tidak bekerja sendiri. Ada tim pemulasaraan jenazah yang antre, mengingat tidak semua Rumah Sakit rujukan memiliki tim pemulasaraan jenazah.
“Untuk pemakaman Covid yang lama, bahkan ada yang hingga 24 jam, itu dikarenakan UPT PPU tidak bekerja sendiri. Kadang kami sudah siap, namun masih menunggu dari pemulasaraan jenazah yang lama, karena ada beberapa faktor,” paparnya.
Pernyataan tersebut diamini Kepala Bidang RTH Kota Malang, Lita Irawati. Ia menjelaskan, lamanya proses pemakaman umumnya terjadi pada proses pemulasaraan jenazah.
“Proses pemakaman yang lama umumnya terletak pada pemulasaraan jenazah. Harus ada saksi keluarga, yang harus menyaksikan apakah jenazah yang dimasukkan peti adalah benar keluarganya. Apabila keluarga berada di luar kota, itu yang akan memperlama,” tandas Lita. (Har/MAS)