
KOTA MALANG – malangpagi.com
Walikota Malang, Sutiaji menjawab pandangan, pertanyaan, rekomendasi, catatan, usul, maupun saran yang disampaikan enam Fraksi, dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Malang yang mengusung agenda Jawaban Walikota Malang atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Kota Malang, Selasa (17/5/2022).
Sutiaji membeberkan mekanisme Ranperda Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bahwa perizinan diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
“Maka setiap bangunan gedung yang mengajukan PBG harus memiliki keterangan rencana kota, yang di dalamnya memuat ketentuan pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang,” jelas Sutiaji.
Menanggapi pertanyaan terkait langkah Pemkot Malang dalam menertibkan bangunan rumah atau gedung yang berdiri di atas tanah yang membahayakan bagi pemilik rumah dan warga sekitar, seperti di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tanah milik PT KAI, Sutiaji menyebut bahwa pihaknya akan melakukan kajian terkait hal tersebut.
“Selain itu, menanggapi saran adanya relokasi yang representatif bagi warga yang tinggal di area yang berbahaya, maka kami akan menyesuaikan hasil kajian penertiban hunian,” terangnya.
Lebih lanjut, adanya rekomendasi terkait retribusi perizinan mendirikan bangunan yang merupakan salah satu pendapatan daerah, Pemkot Malang akan melakukan retribusi persetujuan bangunan gedung dengan memperhatikan luas total lantai, indeks lokalitas, standar harga satuan tertinggi, indeks terintegrasi, dan indeks bangunan gedung terbangun dan harga satuan retribusi prasarana bangunan gedung.
Pria asal Lamongan itu pun menjelaskan perbedaan instrumen antara IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan Persetujuan Bangunan Gedung. “Dapat dijelaskan bahwa IMB merupakan persyaratan administratif dan teknis, sedangkan PBG merupakan pemenuhan standar teknis bangunan gedung dan dilakukan monitoring lapangan oleh penilik,” terang Sutiaji.
Sejauh ini, pendapatan daerah dari sektor retribusi IMB mencapai 29,26 persen, dan menurun sekitar 11 persen pada tahun 2021, yakni hanya mencapai 18,8 persen.
Sutiaji juga memaparkan dampak retribusi yang dihasilkan dari PBG untuk PAD perbedaan mendasar, dengan mekanisme perizinan pembangunan gedung sebelumnya. “Bahwa terdapat kecenderungan kenaikan nilai retribusi persetujuan bangunan gedung, yang tentunya berdampak positif bagi pendapatan daerah. Sedangkan perbedaan mendasar adalah PBG menggunakan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), melalui website www.simbg.pu.go.id yang dibuat oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan berlaku secara nasional untuk Kabupaten atau Kota,” paparnya.
Orang nomor satu di Kota Malang itu menegaskan untuk memperhatikan saran, bahwa perubahan Peraturan Daerah PBG tidak hanya perubahan nomenklatur semata. Namun juga usaha mempermudah dan mempercepat proses persetujuan atas objek dengan menggunakan SIMBG.

Dalam penyampaian jawaban Walikota, terdapat kritikan dari Partai Kebangkitan Bangsa yang disampaikan oleh Arief Wahyudi. Dirinya mengatakan bahwa di dalam konsideran menimbang pada Ranperda Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung, pihaknya tidak menemukan adanya landasan filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
“Buatlah Paripurna yang sesuai, jangan hanya draft saja. Tingkat eksekutif harus menyusun draft yang sempurna dulu baru dilempar ke Paripurna. Diperlukan panitia khusus, karena masih ada titik-titik. Lengkapi dulu, demikian juga pasal-pasal penjelasannya,” tukas Arief.
Dirinya mengatakan bahwa apa yang Ia sampaikan adalah bentuk koreksi, agar Pemkot Malang lebih baik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Menanggapi protes tersebut, Walikota Malang pun memberikan tanggapan. “Berdasarkan lampiran II angka 27 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, konsideran Peraturan Daerah cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal,” bebernya.
Sutiaji juga menyebut penjelasan pasal akan dilengkapi dalam pembahasan Panitia Khusus (Pansus). “Dapat disampaikan bahwa implementasi dari Ranperda ini berpihak kepada masyarakat, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila diperlukan hal-hal yang sifatnya teknis dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut antara Pansus DPRD Kota Malang bersama Pemkot Malang,” pungkas Sutiaji. (Har/MAS)