KOTA MALANG – malangpagi.com
Pemerhati sejarah, Tjahjana Indra Kusuma, menganalogikan Kayutangan Heritage sebagai seorang perempuan yang berdandan terlalu menor. Hal itu Ia lontarkan lantaran jarak penempatan lampu-lampu dianggapnya terlalu dekat.
Apalagi, adanya boks ala telepon umum berwarna merah yang sama sekali tidak mewakili ciri khas Kota Malang maupun zaman kolonial. “Sebelumnya, koridor Kayutangan direncanakan berlanggam minimalis Nieuw Bouwen. Nah sekarang malah didandani ornamen keratonan berwarna khas hijau dan emas,” kritiknya.
“Apalagi jarak lampu hias terlalu dekat. Definisi lampu hias dan lampu penerangan jalan umum juga rancu, menyangkut standar pemasangan dan lainnya,” imbuh Indra.
Menanggapi pro dan kontra terkait dandanan Kayutangan Heritage, Indra menduga mereka yang pro adalah yang senang hanya sebatas keramaiannya yang kembali bangkit, tanpa memandang aspek estetika. “Mereka adalah pelaku bisnis yang diuntungkan. Warga setempat akan terkena efek positif dengan kembalinya lingkungan yang dinamis, sebagai dampak kembali bergeraknya roda ekonomi di wilayah tersebut,” terangnya.
“Sedangkan yang kontra adalah warga yang terdampak negatif akibat berubahnya dinamika di wilayah itu, yang sudah puluhan meredup. Persaingan atau kompetisi merebut kue ekonomi akan berekses negatif bagi siapapun yang kalah bersaing,” tutur Indra.
Pihak yang kontra lainnya adalah pemerhati cagar budaya karena atmosfer lingkungan yang berubah. Apalagi ornamen-ornamen yang bertolak belakang dengan langgam tinggalan asli saat lingkungan tersebut ditata, dengan pertimbangan banyak hal. Sehingga sedikit mengaburkan nilai sejarah lingkungan atau kawasan, yang pada akhirnya ‘keaslian’ lingkungan saat konsep awal perencanaan akan berubah.
Kursi-kursi yang ditempatkan di sepanjang pedestarian Kayutangan Heritage pun dinilainya harus ada aturan untuk dipatuhi. Ada aturan berdasar jumlah lalu lalang orang per jam, juga minimal lebar trotoar yang layak dipasang bangku. “Lebar bangku maksimal yang diizinkan dan posisi hadapnya, semua ada aturannya,” jelas Indra.
“Berdasarkan Surat Edaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/SE/M/2018 tanggal 26 Februari 2018, tentang Pedoman Bahan Kontruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki, disebutkan bahwa tempat duduk sebaiknya di letakkan setiap 10 meter dengan lebar 40-50 centimeter dan panjang 150 centimeter.
“Bahan yang digunakan adalah bahan berdaya tahan tinggi seperti metal dan beton cetak. Di mana posisi atau letaknya tidak mengganggu arus pejalan kaki maupun keselamatan penggunanya,” jelas Indra.
Dirinya pun menyarankan, lalu lintas Kayutangan Heritage ruwet karena volume kendaraan bertambah, tapi atmosfer koridor hendaknya diberi ornamen lebih sederhana agar tidak menambahi keruwetan kawasan tersebut. (Har/MAS)