KOTA MALANG – malangpagi.com
Ada pemandangan menarik saat Malang Pagi kala ke Pasar Seni Bareng (Pasebar), yang berada di lantai dua Pasar Bareng beberapa hari lalu. Beberapa remaja terlihat sedang asyik membatik topeng. Ada yang menyanting, menggelar kain, dan ada pula yang membuat desain.
Tidak terlalu banyak memang aktivitas di Pasebar. Sebagian besar stan yang menjual barang kuno dan anti tampak tutup. Hanya galeri Tithiek Tenger lah yang masih aktif di antara sepinya lokasi ini. Ruang pajang yang terletak di bagian selatan lantai dua Pasar Bareng ini masih bergeliat, meskipun waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB.
Menurut pengelola Tithiek Tenger, Djoko Rendy, para remaja tersebut semuanya adalah penyandang disabilitas. “Namun saya menyebutnya anak-anak luar biasa,” beber seniman Kota Malang itu kepada Malang Pagi, Sabtu (13/1/2023).
Awal dirinya mengajak anak-anak istimewa ini lantaran pihanya masih belum menemukan UMKM yang fokus pada penyandang disabilitas. “Banyak UMKM bertebaran. Tetapi selama ini saya belum pernah menjumpai dan mendengar UMKM disabilitas. Maka saya mencoba jemput bola, dan mengajak anak-anak istimewa ini untuk bergabung bersama Tithiek Tenger,” paparnya.
Ia pun lantas menambahkan ilmu yang sudah mereka dapatkan. “Misalkan di sekolah ada batik, maka kami tingkatkan di sini agar mereka lebih mahir. Karena pada dasarnya, pekerjaan anak-anak istimewa ini tidak kalah dengan anak-anak nondisabilitas,” jelas Djoko Rendy.
“Agar lebih efektif, maka saya pun berniat untuk mengadakan pelatihan anak istimewa bersama orangtuanya. Insyaallah, akan kami adakan bulan depan,” lanjut pegiat Topeng Malangan itu. “Hingga saat ini sudah ada 56 anak yang bersedia ikut pelatihan. Jika ditambah orangtua, maka total ada 112 pendaftar,” imbuhnya.
Gayung bersambut, kegiatan positif ini pun diapresiasi oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Diskoperindag) Kota Malang. “Kami ketemu Pak Eko Sri Yuliadi, selaku Kepala Dinas Diskoperindag yang baru. Beliau berkenan membantu dan menanyakan apa kira-kira keperluannya,” ungkap Djoko Rendy.
Permintaan yang diinginkan Tithiek Tenger tidak muluk-muluk. Pihaknya berharap setelah pelatihan, ilmu yang didapat akan berguna secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Di samping itu, melalui pelatihan nantinya orangtua secara intensif mengawasi perkembangan putra-putrinya dalam berkarya.
“Selama ini orangtua hanya tahu anak-anaknya mbatik, tetapi belum memahami, bagaimana bisa urun rembuk dan mengarahkan. Sehingga kami berharap lebih. Siapa tahu dia punya perusahaan yang disengkuyung [didukung] oleh keluarganya. Jadi tidak hanya batik. Mereka juga bisa belajar membuat souvenir, coklat topeng, atau lainnya, sesuai potensi yang dimiliki masing-masing,” bebernya.
Menurut budayawan tersebut, penyandang disabilitas bukan hanya tanggungjawab pemerintah semata, namun tanggungjawab bersama. “Saya hanya bisa memberikan pelatihan. Alhamdulillah, direspons oleh Pak Kadin Diskoperindag, kemudian mendapatkan dukungan dari Ketua DPRD dengan diberi tempat untuk menggelar karya. Semua adalah murni karya anak-anak istimewa tersebut,” terangnya.
Djoko Rendy menambahkan, sudah banyak prestasi yang ditorehkan Tithiek Tenger melalui anak-anak penyandang disabilitas. Di antaranya mampu menyabet juara dua dalam gelaran Festival Malang Creativa, yang dihelat oleh Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) pada November lalu. Selain itu, mereka juga sering mengadakan pameran hingga tingkat nasional.
Untuk terus mengembangkan kemampuan dan berekspresi, Djoko Rendy pun membuka seluas-luasnya ruang untuk magang atau belajar. “Mereka bisa magang, agar dapat berekspresi sesuai keinginannya. Bagi saya kemampuan itu nomor sekian. Yang penting mau dulu. Percuma punya kemampuan tapi tidak punya kemauannya,” tegasnya. Di samping magang, Tithiek Tenger juga memberikan kesempatan anak-anak penyandang disabilitas untuk bekerja paruh waktu.
Tithiek Tenger adalah sebuah badan usaha yang sudah memiliki tiga etalase di lobi gedung DPRD Kota Malang, Grand Mercure Malang Mirama, dan galeri di Pasebar, dengan menampilkan ruang karya yang bermotif topeng.
Untuk terus mengasah kemampuan dan kemauan anak-anak penyandang disabilitas, Tithiek Tenger bekerjasama dengan Hotel Grand Mercure Malang Mirama, dengan mengirimkan coklat topeng dan jamu setiap hari. “Dari sini mereka dapat mandiri, dan peluang ini juga ditangkap oleh Bank Jatim. Maka setiap anak istimewa yang bekerja paruh waktu kami bukakan rekening, sehingga mereka pun paham akan literasi perbankan,” terang Djoko Rendy.
Rencana pelatihan Tithiek Tenger ini pun telah mendapat dukungan dari sejumlah akademisi. Antara lain Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri) dan Politeknik Negeri Malang (Polinema). (Har/MAS)