KOTA MALANG – malangpagi.com
Tindakan yang dilakukan petugas PLN kami itu sudah sesuai prosedur. Hal itu yang disampaikan Pihak PLN Area Malang diwakili Manager Transaksi dan Energi, Bambang Widianto saat menjawab pertanyaan awak media.
“Itu masalah teknis petugas lapangan, tapi di PLN itu ya setelah pemeriksaan dan terbukti ya dibuatkan berita acara seperti itu,” ujarnya, Rabu (28/8/2019).
Ia menambahkan, selanjutnya pelanggan bisa datang ke kantor untuk menyelesaikan berita acara yang ditulis tadi. Kan juga disaksikan pelanggan.
Kemudian, terkait adanya uji laboratorium dulu terlebih dahulu untuk mengetahui riwayat kabel berlubang, ia menyebut bahwa hal itu tidak perlu dilakukan. “Kalau sudah itu terbukti (lubang, red.) ya ndak usah uji Lab. Artinya kan sudah lubang, ndak mungkin lubang tanpa ada yang berbuat, seperti itu,” terang Bambang.
Disinggung mengenai adanya rekayasa petugas rekanan PLN, pihaknya menyebut bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. “Menurut saya tidak demikian. Jadi karena lubang yang terbukti tadi, kalau memang itu dikupas baru, kan juga kelihatan,” tuturnya.
Ia menambahkan, petugas juga sah-sah saja yang melakukan pengecekan dirumah pelanggan tanpa sepengetahuan pemilik rumah. “Kalau itu kan sah-sah saja, artinya kan ini juga asetnya negara, asetnya PLN seperti itu. Kita berhak untuk memeriksa juga,” tuturnya.
Sementara Taruna melalui kuasa hukumnya, Edi Rudianto mengajukan surat keberatan atas tuduhan pencurian listrik dengan adanya lubang di kabel milik PLN tersebut. Apalagi, saat mendatangi rumahnya, petugas hanya meminta dirinya untuk menandatangani berita acara dengan alasan untuk penggantian kabel.
Dengan kejadian tersebut, ia mensinyalir ada permainan petugas lapangan. “Kami mengirim surat (kepada PLN, red.). Pertama, surat keberatan dan permohonan klarifikasi. Yang kedua, permintaan pemasangan kembali jaringan listrik,” tegasnya, Rabu (28/8/2019).
Menurut Edi, PLN penyedia listrik tunggal seharusnya memberikan edukasi atas regulasi kepada masyarakat jika memang terjebak dalam kasus pelanggaran. Sehingga tidak terkesan otoriter dan melakukan pencabutan yang merupakan hak dasar hidup layak warganegara.
“Jika surat keberatan dan permohonan klarifikasi tidak digubris, kami akan mengadu ke Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan bahkan Ombudsman RI,” pungkas Edi Rudianto.
Reporter : Red
Editor : Tikno