KOTA MALANG – malangpagi.com
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memberikan Advokasi Pembinaan Ideologi Pancasila, dalam rangka Internalisasi Ekonomi Pancasila melalui Peran Pondok Pesantren, kepada siswa-siswi dan santri di Yayasan Hidayatul Mubtadi’in, Jalan KH Yusuf Kelurahan Tasikmadu, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Sabtu (15/7/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi BPIP Republik Indonesia, Kemas Ahmad Tajudin, menyampaikan bahwa saat ini tantangan terhadap Pancasila lebih berat dibandingkan orde baru, lantaran teknologi informasi telah semakin maju. “Sekarang tantangannya luar biasa. Teknologi sudah canggih. Maka banyak sekali informasi mulai membanjiri. Tentu saja, itu tidak bisa dihindari,” ujarnya.
Dengan bergesernya waktu, ideologi Pancasila pun mulai ditinggalkan. “Hal ini dapat dilihat dari Pendidikan Moral Pancasila dan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dihapuskan. Banyak orang yang jauh dari nilai-nilai P4,” terang Kemas.
“Untuk itu, kehadiran BPIP berupaya meningkatkan kembali rasa cinta kepada Pancasila. Agar persatuan, kekeluargaan, dan sikap saling menghormati dapat kembali dibangun. Kami ingin mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan. Tidak hanya dihafal, tetapi harus tercermin dalam perilaku sehari-hari,” imbuhnya.
Untuk menjawab tantangan terkait perkembangan teknologi yang semakin maju, BPIP berupaya menggunakan media sosial dan mengimbangi konten-konten yang tidak sesuai Pancasila. “BPIP tidak dapat sendirian. Untuk itu, kami mengajak komponen masyarakat, termasuk Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in, untuk berkreativitas menampilkan konten-konten yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” beber Kemas.
Menurutnya, Pondok Pesantren sebagai sebuah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran sangat vital dalam penerapan nilai-nilai Pancasila. “Dari banyaknya santri, mulai dari tingkat paling rendah hingga Madrasah Aliyah, dapat menampilkan konten berupa pesan-pesan, video, sampai film pendek, yang berisikan penerapan Pancasila,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kemas juga menyampaikan rencana BPIP menyusun buku tentang Pancasila, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Di mana 70 persen isi buku tersebut adalah contoh-contoh perbuatan yang sesuai dengan Pancasila. “Yang mendapat panduan tersebut adalah siswa atau santri. Sehingga mereka dapat mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Kemas.
Selain ini, para orangtua santri juga dapat turut serta menerapkan ekonomi Pancasila yang mengedepankan gotong-royong. “Mari kita wujudkan nilai Pancasila sebagai tanggungjawab bersama, dan kita terapkan perilaku kita sesuai dengan falsafah Pancasila,” ajaknya.
Sementara itu, Humas Yayasan Hidayatul Mubtadi’in, Ginanjar Yoni Wardoyo, mengaku pihaknya juga memiliki misi menjadi prototipe Pondok Pesantren, yang bisa mensinergikan antara kurikulum santri dengan kurikulum Pancasila. “Jadi bagaimana Pondok Pesantren di Malang Raya nantinya mampu mengedepankan mutu. Yaitu mutu output santri tidak hanya nilai akademis, tapi juga nilai Pancasila dapat tersampaikan dan diamalkan,” ungkapnya.
Terkait Ekonomi Pancasila, pihak Yayasan Hidayatul Mubtadi’in akan menggandeng unit usaha dengan kegiatan ekonomi sekitar lingkungan pondok. “Kami akan bersinergi dengan wali santri untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan usaha tersebut. Ini kerjasama yang dimulai dari manajemen marketing dan sebagainya. Ada kolaborasi peningkatan nilai ekonomi, dan di situ jadi ada value yang ingin kami dapatkan,” urai Ginanjar.
Dari nilai itulah, BPIP Pusat menjadikan Pondok Pesantren menjadi menjadi garda terdepan dalam mengembangkan atau menanamkan nilai-nilai Pancasila, khususnya di lingkungan Pondok Pesantren. “Di sini adanya titik temu antara pihak BPIP dan Pondok Pesantren untuk bersinergi, dan menjadi awal titik tolak bagaimana Pondok Pesantren yang di dalamnya ada kurikulum salafi dan kurikulum Pancasila tidak bertentangan,” tegasnya, sembari mengklaim bahwa nilai-nilai keislaman salafi sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan NKRI.
Lebih lanjut Ginanjar menerangkan, Pondok Pesantren selama ini mengusung kebhinnekaan. Artinya, tidak membedakan santri berdasarkan golongan maupun strata ekonominya. “Terpenting, nantinya kurikulum nilai-nilai Pancasila mendapatkan panduan dari BPIP, yang pengaplikasiannya ada nilai keteladanan, kejujuran, gotong-royong, dan nilai kemandirian,” urainya. Bersama BPIP, Ginanjar berharap alumni santri mampi bermasyarakat tanpa menjadi fanatik.
Hal senada dikemukakan Ketua Yayasan Hidayatul Mubtadi’in, Nurlaila. Menururtnya, Yayasan Hidayatul Mubtadi’in telah mengajarkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. “Siswa dan santri diajarkan pendidikan penanaman Pancasila melalui Kurikulum Merdeka, yang dikemas dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Insyaallah sudah diterapkan di lembaga ini,” tuturnya.
“Kami berharap anak didik dan santri dapat lebih mengenal bagaimana peran Pondok Pesantren melalui kegiatan Advokasi Pembinaan Ideologi Pancasila. Mohon doanya, agar di dalam jiwa anak-anak dapat tertanam nilai-nilai Pancasila,” pungkas Nurlaila. (Har/MAS)