KOTA MALANG – malangpagi.com
Meski sudah diklarifikasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, istilah “Malang Halal” tetap memunculkan ketidakpuasan ditengah masyarakat. Istilah tersebut, memantik reaksi luar biasa dan menimbulkan pro kontra di masyarakat hingga detik ini. Banyak pihak angkat bicara menyikapi hal tersebut, salah satunya dari mantan Walikota Malang Drs. Peni Suparto, M.A.P atau akrab dipanggil Ebes Inep.
“Sebagai Walikota seharusnya segala kebijakan yang hendak diputuskan, harus dikaji dulu tidak malah sebaliknya. Justru hal tersebut akan menjadi dinamika logika terbalik dalam berpikir” tutur Ebes Inep saat menjadi narasumber live streaming kanal YouTube Jendela Info JKT, Selasa malam (22/2/2022).
Malang Halal City yang diklarifikasi menjadi Malang Halal, menurut Ebes Inep sama saja. Meski konsep usulan yang disinyalir sudah sejak beberapa tahun lalu. Jika di dok tahun ini, tentu menjadi tanggung jawab kepimpinan sekarang.
Dirinya berharap, Walikota Malang dapat menahan diri dan berjiwa besar serta mencabut keputusannya agar tidak terjadi pengadilan secara adat. Wisata Halal yang tertuang dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) memang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Alasannya jika tidak disahkan oleh DPRD maka pembangunan Kota Malang akan terhambat.
Menurut Ebes Inep hal yang menghambat pembangunan adalah tidak adanya harmonisasi yang berjalan baik.
“Semua sudah tahu negara tercinta ini dasarnya Pancasila, Undang-Undang adalah UUD 1945 dengan bingkai Kebhinekaan yang beranekaragam suku, adat – istiadat, budaya maupun agamanya. Mengingat ideologi dan dasar negara kita jelas, semua penyelenggaraan negara harus mempunyai pedoman dasar yakni Pancasilan dan UUD 1945” tukasnya.
Pria yang pernah menjadi Wali Kota Malang selama dua periode, yakni 2003 – 2008 dan 2008 – 2013, mengatakan Ideologi Pancasila dengan daya upayanya, UUD 1945 dengan penjelasannya. Ebes Inep menyimpulkan terminologi halal haram tidak akan ada.
“Keputusan Malang Halal bertentangan dengan penyelenggaraan negara. Andai halal haram dikelola dalam internal agama tertentu, silahkan saja. Namun sebaliknya jika terkesan dipaksakan secara umum dapat menyinggung perasaan masyarakat lain” terang Ebes Inep.
Hal senada juga disampaikan, pendiri Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) Agustinus Tedja Bawana. Ia akui sebenarnya ingin menampung aspirasi pikiran yang muncul dari tokoh- tokoh masyarakat yakni mantan Walikota, aktivis, akademisi, masyarakat dan tokoh agama.
“Saya cukup senang, akhirnya mendapat poin untuk disampaikan. Tentu hal ini harus didengar oleh Pemkot Malang. Pada intinya pemerintah Kota Malang harus bijak menyikapi ini semua, tidak ada orang sempurna” kata Ayah Tedja sapaan akrabnya.
Ayah Tedja menegaskan bahwa pengambilan keputusan seorang Walikota yang notabene juga manusia tidak lepas dari kesalahan. Namun kesalahan itu juga harus bisa berujung pada satu konsekuensi, nantinya harus muncul secara gentle agree.
“Apapun alasannya memberikan label Kota ini Halal, sudah mencederai semangat toleransi yang tinggi. Padahal hal ini sudah dibangun sejak awal. Saya merindukan kota Malang betul-betul menjadi barometer” tandasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan konsep Wisata Halal disinyalir berpeluang terjadinya penyalahgunaan. “Semoga ini menjadi pertimbangan Walikota Malang. Kemungkinan terburuk bisa terjadi , semisal kepimpinan Walikota Malang bisa dimakzulkan. Jika terbukti melanggar sumpah jabatan yang setia pada Pancasila dan UUD 1945. Kalau diteruskan monggo, tapi kalau beliau berhenti kita lebih menghargai kepimpinannya sebagai rakyat Indonesia” jelas Ayah Tedja. (DK99/YD)