KOTA MALANG – malangpagi.com
Pasca aksi massa menolak pengesahan UU Cipta Kerja di depan gedung DPRD Kota Malang yang berakhir ricuh, Kamis (8/10/2020), sebagian demonstran yang diduga terlibat dalam tindak anarkistis diamankan oleh pihak kepolisian.
Banyak masyarakat yang mengaku kehilangan anggota keluarganya. Begitu juga pihak mahasiswa yang mencari rekannya.
Pengurus YLBHI Pos Malang, Lukman Cakim SH menyampaikan, data dari pengaduan yang masuk ke pihaknya, sekitar 129 orang diamankan di Mapolresta Malang Kota, 31 di antaranya berstatus pelajar.
“YLBHI menyangkan penangkapan massa aksi penolakan Omnibus Law. Apa yg dilakukan kawan-kawan itu adalah buntut rasa kecewa dan ketidakadilan. Kejadian ini merupakan conditio sine qua non, dipicu keadaan atas sistem yang dianggap tidak adil,” kata Lukman kepada Malang Pagi, Jumat (9/10/2020).
Hal senada diutarakan Ketua LBH Malang, Andi Rachmanto SH. Menurutnya, giat aksi massa kali ini berasal dari berbagai elemen. Sehingga menjadi lebih sulit dikontrol. Ditambah tingkat emosional demonstran yang meningkat, karena meyakini UU Cipta Kerja tidak memihak kepada buruh.
“Aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai kota merupakan wujud luapan emosional masyarakat atas disahkannya UU tersebut. Jadi amatlah wajar. Sejak demo dimulai, sejumlah LBH di Kota Malang turut mendampingi para demonstran. Sampai sampai malam ini pun masih di Mapolresta Malang melakunan pendampingan kepada para demonstran yang diamankan pihak kepolisian,” tuturnya.
Alumnus FH Unisma itu menambahkan, terkait dengan laporan yang masuk dari masyarakat dan mahasiswa, pihaknya akan terus mendampingi hingga tuntas.
“Sudah kewajiban kami, karena mereka (demonstran) sebenarnya adalah anak-anak bangsa yang peduli pada keadaan di Indonesia. Maka mereka berhak mendapatkan pendampingan hukum. Terlepas benar atau salah, nanti dilihat dari fakta yang sebenarnya,” imbuh Andi.
Sedangkan Bendi SH, perwakilan dari LBH Neratja Justitia mengaku menyayangkan adanya penangkapan ratusan demonstran oleh pihak kepolisian.
“Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya merupakan suatu bentuk protes, terkait disahkannya Undang Undang Cipta Kerja yang dinilai secara substansial sangat merugikan masyarakat dalam segala sektor,” ungkapnya.
Bendi juga menyesalkan adanya dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oknum aparat kepolisian. “Seharusnya pihak kepolisian bertugas mengamankan dan melindungi aksi massa. Bukan sebaliknya menyerang pengunjuk rasa,” tandasnya.
Sementara itu, Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Leonardus Simarmata memaparkan, dari total 129 orang yang ditahan terdiri dari mahasiswa sebanyak 59 orang, pelajar SMA 14 orang, SMK 15 orang, SMP 2 orang, buruh 1 orang, pengangguran 15 orang, satpam 1 orang, kuli bangunan 5 orang, dan sisanya dari elemen massa lainnya. Lima orang di antara demonstran yang ditahan berjenis kelamin perempuan.
“Pelajar yang ikut aksi unjuk rasa mengaku hanya ikut-ikutan. Mereka tidak tahu apa yang menjadi wacana dalam aksi tersebut,” ujar Kombes Leo.
“Kami akan melakukan pendalaman selama 1 kali 24 jam, guna mencari tahu sejauh mana mereka terlibat. Jika terbukti memenuhi unsur pidana, maka kami akan proses secara hukum,” lanjutnya.
Para demonstran yang ditangkap langsung menjalani rapid test di Mapolresta Malang, Kamis (8/10/2020) malam
“Jika ada yang hasilnya reaktif, maka akan langsung kami lakukan uji swab. Jika hasilnya positif, kami akan bawa ke safe house atau rumah sakit rujukan,” terang mantan Kapolres Batu itu.
Reporter : Dian Eko / Hari Kuswanto
Editor : MA Setiawan