KABUPATEN MALANG – malangpagi.com
Macapat Padhang Mbulan merupakan kegiatan rutin yang digelar setiap bulan purnama tanggal 14 malam berdasarkan penanggalan Jawa. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan budaya Macapat Malangan, yang saat ini sudah jarang diadakan.
Macapat Padhang Mbulan edisi 33 bertempat di Mesem Cafe & Art Gallery, Rest Area De Forest, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Selasa (29/12/2020). Edisi ini merupakan gelaran terakhir di tahun 2020.
Tema yang diusung kali ini adalah tentang ketokohan dan perjalanan Sabdopalon, dibawakan oleh Kanjeng Raden Aryo Tumenggung (KRAT) Sutrimo Rekso Budoyo, SE MM.
Macapat adalah seni melagukan atau menembangkan syair yang dilakukan oleh sejumlah orang secara bergiliran. Berisi tembang atau puisi tradisional Jawa, di mana dalam tiap baitnya mempunyai baris kalimat yang disebut gatra. Setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu.
KRAT Sutrimo, sebagai narasumber bercerita tentang ketokohan dan sosok Pamomong Nusantara yang dimulai sejak zaman Mataram Kuno, Kahuripan dan ketokohannya diceritakan dalam beberapa cerita wayang.
Pada masa Kediri, Pamomong Nusantara tertulis di Babat Kediri. Pada abad ke-14 dan 15, ketokohannya lebih dikenal dengan nama Jata dan Prasanta.
Kata-kata dari Pamomong Nusantara atau dikenal dengan Eyang Sabdopalon, banyak tertulis di Serat Damarwulan pada zaman Majapahit saat awal masuknya agama Islam.
Kegiatan Macapat Padhang Mbulan rupanya juga diminati sejumlah anak muda. Selain berasal dari Malang, di antaranya juga ada yang datang dari Pasuruan bahkan Pacitan.
Yongki Irawan, salah satu penggiat budaya Kota Malang dan pengasuh Kampung Janti Padhepokan berharap seni budaya seperti ini harus tetap ada. “Agar wong Jowo gak ilang Jowone (orang Jawa tidak kehilangan jati dirinya sebagai orang Jawa), dan anak muda tetap mencintai seni budaya Jawa”.
Reporter : Christ
Editor : MA Setiawan