
KOTA MALANG – malangpagi.com
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tak dipungkiri memberi dampak luar biasa di semua lini. Tidak hanya kesehatan, virus korona juga memporak-porandakan dunia pariwisata.
Sektor pariwisata yang digadang-digadang sebagai penyumbang devisa terbesar di Indonesia, mengalahkan minyak dan gas (migas), harus tiarap saat pandemi menerpa.
Para pelaku pariwisata gigit jari karena adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2020, yang menyebutkan tempat hiburan, wisata, dan pertokoan harus tutup. Masyarakat wajib berada di rumah. Praktis ketentuan ini menjadikan faktor dunia pariwisata ‘mati suri’.
Berdasarkan data yang dilansir dari egsa.geo.ugm.ac.id, disebutkan bahwa terjadi penurunan pemasukan devisa dari sektor pariwisata sebesar 75,03 persen. Pemasukan sebesar 20 Miliar dolar AS pada 2019, turun menjadi hanya 7 Miliar dolar AS di 2020.
Tidak hanya pariwisata nasional, pariwisata lokal pun mengalami keterpurukan. Fakta ini mengundang keprihatinan Malang Peduli Demokrasi (MPD) untuk menggelar Focus Group Discussion (FGD), yang mengusung tema Pengembangan Pariwisata di Wilayah Malang Raya, Senin (3/5/2021)
Turut hadir dalam kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Makan Kertanegara itu, yaitu Direktur Jatim Park 3 Suryo Widodo, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Malang Dwi Cahyono, Direktur Radar Malang Kurniawan Muhammad, Andi selaku perwakilan Hawaii Group PT Anugerah Citra Abadi, Ketua Malang Coruption Watch Lutfi Jayadi Kurniawan, Direktur UB TV Riyanto, beserta sejumlah undangan lainnya.
“Banyak hal yang dapat dilakukan untuk membangkitkan pariwisata. Antara lain melalui 3 aspek, yakni public travel bubble, niche tourism, dan coorporate tourism,” ungkap Ketua PHRI Malang, Dwi Cahyono.
Lebih lanjut pengusaha yang juga menyukai sejarah ini menjelaskan, travel bubble adalah memulai perjalanan pariwisata lintas negara di tengah pandemi. Niche tourism yakni menarget wisatawan yang memiliki minat khusus. Sedangkan coorporate tourism adalah kerja sama dengan pihak pemerintah dalam pengembangan pariwisata.
Senada dengan Dwi, Direktur Jatim Park 3, Suryo Widodo berpendapat bahwa harus ada rute pariwisata yang jelas untuk menarik wisatawan.
“Agar pariwisata dapat kembali bergeliat, perlu sasaran dan skema yang jelas. Misalkan untuk wisata heritage. Heritage seperti apa yang akan disuguhkan,” ungkapnya.
Ia pun mengimbau, agar para pelaku usaha menerapkan nilai standar untuk hotel. “Jangan memanfaatkan aji mumpung. Mumpung liburan harga tarif hotel dinaikkan. Hal semacam ini yang akan memicu wisatawan enggan datang ke Malang Raya,” imbuhnya.
Diskusi semakin hangat dengan dilontarkannya saran dari para undangan untuk meningkatkan pariwisata di tengah pandemi. Salah satunya harus ada peranan dari Pemerintah Daerah untuk aktif menginformasikan potensi wisata di daerahnya. Sehingga wisatawan tidak takut untuk datang di Malang Raya.
“Kabupaten Malang dan Kota Batu adalah sungai. Sedangkan Kota Malang adalah sumur. Ketiga daerah ini harus saling bekerja sama, karena saling berkaitan. Kota Malang jangan menjadi Kota Batu. Atau Kota Batu jangan menjadi Kabupaten Malang. Karena semua memiliki ruh yang berbeda, namun tetap harus bersinergi. Di sinilah Pemerintah Daerah harus turut andil dalam meningkatkan potensi wisatanya,” ungkap akademisi sekaligus Direktur UB TV, Riyanto Hanggendhali.
Koordinator MPD, Imam Muslikh juga menambahkan, Kota Malang yang memiliki kampung-kampung tematik harus dapat memiliki konsep strategis yang dapat menarik wisatawan.
“Jangan sampai kampung-kampung tematik di Kota Malang awal-awal ribut, rame, kemudian Pemerintah Kota datang dan membranding. Itu yang akan membuat tidak bertahan,” kritik Imam.
Acara diskusi berjalan gayeng, dan ditutup dengan buka puasa bersama.
Reporter : Hariani
Editor : MA Setiawan