KOTA MALANG – malangpagi.com
Salah satu owner rumah makan mewah, anak usaha dari grup TN yang bergerak di bisnis hiburan malam dan karaoke kelas premium di Kota Malang, dilaporkan ke polisi oleh salah satu karyawatinya, karena diduga telah melakukan kekerasan fisik dan psikis.
Dilansir Petisi.co, karyawati berinisial MT (36), yang bekerja sebagai staf bagian purchasing mengaku telah dianiaya dan disekap oleh bos tempat hiburan malam, berinisial J, pada Kamis (17/6/2021), hingga mengalami luka di bagian wajah, dada, serta kaki.
“Menjelang pukul 13.00 WIB saya dijemput oleh dua sekuriti di rumah menuju TN,” ucap MT saat ditemui di Mapolresta Malang Kota, Kamis (17/6/2021) malam.
Dalam perjalanan, dirinya mengaku ponsel miliknya dirampas oleh sekuriti. “Setelah sampai di TN, saya disuruh menunggu sampai dua jam, mulai jam satu sampai jam tiga,” tuturnya.
Hingga kemudian J datang, dan langsung dilakukan melakukan interogasi dengan tuduhan korupsi, sambil melakukan pemukulan mulai dari bagian wajah hingga seluruh bagian tubuh.
“Setelah semua kumpul sekitar pukul 15.00 WIB saya diinterogasi. Saya dianiaya, dipukul, disuruh mengakui apa yang tidak pernah saya perbuat,” ungkap MT.
“Sambil direkam, saya harus mengatakan dan mengakui bahwa saya melakukan korupsi sebesar Rp4 juta 700 ribu. Total keuangan yang berasal dari semua supplier yang dituduhkan kepada saya,” imbuhnya.
MT mengaku, jika dirinya menolak menuruti permintaannya J, maka penganiayaan akan terus dilakukan.
“Kalau saya tidak menuruti kemauan owner (J), saya terus-menerus ditampar, rambut ditarik, ditendang paha juga betis saya oleh owner. Yang setelah itu juga dipukul dada dan pinggang sebelah kiri saya oleh sekuritinya,” terangnya.
Saat kejadian penyekapan tersebut, MT sempat menulis pesan meminta pertolongan di secarik kertas. tetapi pesan itu tidak tersampaikan, karena setiap langkah MT selalu diikuti sekuriti, bahkan saat pura-pura ke kamar kecil.
“Saya disekap mulai jam satu siang. Jam tiga sore mulai penganiayaan sampai malam, hingga selesai mereka mukul,” jelasnya.
MT menjelaskan, memang supplier memberinya komisi. Tetapi itu dilakukan tanpa ada unsur paksaan. Bahkan saldo di rekening miliknya, di mana itu adalah angsuran kredit juga dituduh sebagai hasil korupsi.
“Padahal saya diberi supplier bukan karena paksaan. Saya disuruh ngomong meminta. Kalau tidak, maka ditendang dan dianiaya,” bebernya.
“Dia (J) tracking di BCA saya. Jadi nama supplier yang ada di ATM saya itu, dia tuduhkan. Bahkan ada angsuran kreditan juga ikut dituduhkan,” lanjut MT.
Kamar khusus tempat interogasi memang rahasia umum bagi semua karyawan di sana, dan biasa disebut sebagai ruangan neraka.
“Kalau sudah masuk ruangan itu, menurut owner adalah titik kehancuran. Dan, owner (J) pernah bilang bahwa dirinya kebal hukum. Saat masuk ruangan itu, owner suruh matikan CCTV-nya, karena itu dia (J) bebas memukul, karena menganggap dirinya kebal hukum,” ungkap MT.
Dugaan korupsi yang dituduhkan kepada MT tersebut, pihak Nine House Kitchen Alfresco ternyata melibatkan adik kandung MT, N (29) yang turut dijemput oleh sekuriti di rumahnya sekitar pukul 15.30 WIB menuju TN.
N memberikan kesaksian dan membenarkan kejadian penganiayaan yang menimpa kakaknya tersebut. “Di ruangan itu ada lebih dari lima orang, termasuk istri owner (J). Sedangkan saya hanya berdua bersama kak Mia. Saya tahu, kak Mia pas ditendang,” ungkapnya.
Saat masuk ruangan, N melihat wajah Mia sudah lebam dan terdapat memar. Namun N tidak mengetahui apa yang telah diperbuat kakaknya hingga dianiaya sampai lemas.
“Waktu itu, kak Mia nggak boleh dekat dengan dan ngobrol dengan saya. Saya diam, karena sudah ada ancaman dari awal. Di depan mata saya, kak Mia ditendang anak buah owner. Satpamnya membentak suruh ngaku hal yang tidak diperbuat. Suruh mengakui transferan, sambil direkam,” papar N.
Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Yudha Riambodo membenarkan bahwa terdapat laporan dugaan tindak penganiayaan ini ke polisi. ”Sudah kami terima (laporannya). Sekarang masih proses pendalaman,” jawabnya singkat.
Editor : MA Setiawan