
KOTA MALANG – malangpagi.com
Polemik rencana pembangunan jalan tembus antara Perumahan Griyashanta dan Jalan Candi Panggung kembali memanas. Setelah muncul penolakan dari warga RW 12 Perum Griyashanta dan diterbitkannya Surat Peringatan (SP) kedua oleh Satpol PP Kota Malang terkait pembongkaran tembok, kini muncul dugaan adanya konflik kepentingan di balik pro dan kontra tersebut.
Pengamat Sosial Politik dari MCC Inspirasi, M. Safril menyebutkan, berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pihaknya, ada indikasi kuat adanya kepentingan tertentu yang berperan di balik isu penolakan pembukaan akses jalan tersebut.
“Pihak yang membangun hotel di kawasan Jalan Sigura-gura berdasarkan data yang kami miliki adalah Ketua RW 12 Griyashanta,” ungkap pria yang akrab disapa Caping, Senin (27/10/2025).
Menurutnya, pembangunan hotel yang berlokasi di kawasan Jalan Sigura-gura tersebut diduga kuat menyalahi aturan, termasuk dalam hal perizinan. Ia menilai, isu penolakan jalan tembus bisa saja digunakan sebagai alat tawar-menawar (bargaining) untuk melancarkan urusan perizinan proyek hotel tersebut.
“Saya khawatir warga dijadikan tameng menolak agar faktor perizinan hotel bisa dipermudah,” ungkapnya.
Caping juga menyinggung bahwa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang, yang tercantum dalam Lampiran V, terdapat 14 jalan tembus yang telah direncanakan oleh pemerintah. Salah satunya ialah jalan penghubung antara Perum Griyashanta dan Jalan Candi Panggung.
Selain itu, menurut data yang ia miliki, lahan di kawasan Perumahan Griyashanta juga telah diserahkan kepada pemerintah sebagai bagian dari Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU).
“Sebenarnya alasan menolak itu apa? Padahal pemerintah sudah mengundang warga untuk sosialisasi di Ocean Garden, tapi pihak RW 12 menolak hadir dan mendengarkan penjelasan itu,” tegas Caping.
Ia mengatakan, di balik tembok Griyashanta terdapat lahan yang telah direncanakan untuk pengembangan perumahan serta lahan pendidikan milik Universitas Brawijaya (UB). Namun, informasi yang ia terima menyebutkan ada juga pihak dari civitas akademika UB yang turut menolak rencana pembukaan jalan tersebut.
“Ini justru aneh. Seharusnya kampus mendukung pembukaan akses jalan agar mahasiswa bisa lebih mudah menuju lahan pendidikan mereka melalui jalur besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Caping menilai polemik ini berpotensi menimbulkan masalah sosial baru, karena sebagian warga Griyashanta disebut tidak mempermasalahkan rencana tersebut, sementara warga di luar kompleks justru mendukung pembukaan jalan.
“Jangan sampai timbul konflik sosial di kemudian hari. Potensi gesekan antarwarga bisa saja terjadi bila persoalan ini tidak segera diselesaikan secara bijak,” pungkasnya. (YD)














