KAB. MALANG – malangpagi.com
Pada Senin (17/4/2023), telah dilakukan perundingan antara PT Dian Maharani Prakoso dengan pekerjanya terkait perselisihan hak, yang dihelat di kantor Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Malang.
Perundingan ini dihadiri kuasa hukum PT Dian Maharani Prakoso, Leo A Permana, dan kuasa hukum pekerja perusahaan tersebut, Syamsul Arifin.
Dalam perundingan tersebut, para pekerja bersikukuh agar upah Maret hingga Juni 2022 dibayarkan. Namun pihak perusahaan tetap pada pendiriannya, tidak bersedia membayarkan upah, karena berpedoman pada persetujuan bersama yang telah didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada 10 Oktober 2022 lalu, dan masih dalam proses pidana guna membuktikan kebenaran.
Perundingan pun tidak mencapai kesepakatan, karena masing-masing pihak berpegang teguh pada pendiriannya.
Leo A Permana mengakui bahwa upah karyawan tidak dibayarkannya, dengan alasan adanya sebab akibat. Dengan terbitnya perjanjian bersama antara PT Dian Maharani Prakoso dengan pekerja, dan sebagai mediator adalah Disnaker, terdapat poin-poin yang menyebutkan bahwa pembayaran akan dilakukan perusahaan, ketika nantinya karyawan tidak terbukti melakukan penggelapan dana, seperti yang didugakan saat ini.
“Perlu digarisbawahi dalam persoalan ini, ada dugaan penggelapan dana oleh karyawan yang merugikan perusahaan sejumlah Rp2,6 miliar. Upaya pidananya sedang kami tempuh di Polres Malang, dan sekarang sudah naik proses penyidikan. SPDP sudah dikirim ke Kejaksaan,” tutur Leo.
Pria yang menjabat sebagai Plt Ketua IKADIN Jawa Timur itu menyebut, terdapat tiga karyawan yang belum dibayar upahnya. Yakni Indra, Velinda, dan Wiwik.
Menurut versi tiga karyawan tersebut, penunggakan pembayaran dari Maret hingga Juni 2022. Namun perusahaan teguh pada pendiriannya, yakni upah yang belum dibayarkan adalah Maret dan April 2022.
“Alasan kuat dari perusahaan, upah yang belum dibayar adalah Maret dan April 2022. Karena setelah April –pasca terjadinya kesepakatan bersama– mereka [karyawan] tidak masuk kantor lagi,” ungkap Leo.
“Kata mereka kami melarang [masuk kantor]. Tapi tidak ada pelarangan tersebut. Justru sudah kami konfirmasi melalui Whatsapp, menanyakan mengapa mereka [pekerja] mangkir dari tanggungjawabnya,” sambungnya.
“Sekarang logika berpikirnya begini. Bagaimana seorang karyawan meminta haknya untuk dibayar? Sedangkan karyawan tidak melakukan kewajibannya,” tukas Leo.
Lebih lanjut, Leo yang juga menjabat sebagai Ketua DPC IKADIN Malang Raya itu menegaskan, bahwa ketidakhadiran karyawan untuk menunaikan kewajibannya otomatis membuat perusahaan tidak memberikan upah.
“Terlebih ada perjanjian bersama yang sudah didaftarkan di PHI, yang mana masalah ini sudah menjadi perselisihan hak dan harus dselesaikan di PHI,” tandasnya.
Pihanya juga menunjukkan sejumlah bukti, antara lain akta bukti pendaftaran perjanjian bersama melalui mediasi nomor 10/Med/2022/PHI.SBY. Juga surat persetujuan bersama antara pihak 1 (PT Dian Maharani Prakoso) dengan pihak 2 (Indra Hartanto, Velinda Claudia, dan Wiwik Setyowati) selaku karyawan PT Dian Maharani Prakoso, tertanggal 28 April 2022.
Selain itu juga ada surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari Polres Malang, yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, dengan nomor SPDP / 91 / III /2023/ Reskrim. Ditambah berita acara klarifikasi 17 April 2023, bertempat di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang.
Sementara itu, Syamsul Arifin selaku kuasa hukum karyawan PT Dian Maharani Prakoso mengatakan bahwa pihaknya hanya inginan meminta hak karyawan, dan tidak ada yang lain.
Menurutnya, sebagai pekerja, otomatis mereka meminta haknya sesuai dengan UU Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. “Langkah ke depan, kami hanya tinggal menunggu petunjuk berikutnya dari Disnaker. Lebih cepat lebih bagus. Harapannya, persoalan ini cepat selesai. Bagaimana baiknya saja,” pungkas Syamsul. (DK99/MAS)