
KOTA MALANG – malangpagi.com
Saat pandemi Covid-19 melanda dunia, bisnis properti juga terdampak. Transaksi jual beli perumahan pun cenderung lesu. Namun, memasuki masa pasca pandemi, Real Estate Indonesia (REI) Malang optimistis dapat melampaui masa krisis yang mendera.
Ketua REI Malang, Suwoko mengaku, pengaruh paling dirasakan anggota REI di masa pandemi adalah menurunnya daya beli masyarakat akan kebutuhan perumahan. “Kami di REI sangat terkena dampak pandemi ini. Salah satunya adalah target penjualan yang menurun,” ucapnya di sela-sela acara buka puasa bersama seluruh anggota REI Malang di Rumah Makan Kertanegara, Selasa (19/4/2022).
Sebelum pandemi melanda, lanjut Suwoko, satu pengembang perumahan menargetkan 10 hingga 15 unit harus terjual. Tetapi di tengah pandemi ini, dapat menjual lima unit saja sudah bagus. “Kabar baiknya adalah operasional masih berjalan. Dalam arti pendapatan dari penjualan masih ada,” tuturnya.
Dirinya melanjutkan, lokasi perumahan juga ikut mempengaruhi target penjualan perumahan saat pandemi. “Selain daya beli masyarakat yang menurun akibat pandemi, lokasi perumahan juga berpengaruh cukup signifikan. Semakin bagus lokasinya, penurunan penjualannya hanya mencapai sekitar 40 hingga 60 persen saja. Tetapi jika lokasinya tergolong jauh, maka dapat turun mencapai 90 persen,” papar Suwoko.
Terkait Prasarana Sarana Utilitas Umum (PSU) bagi pengembang perumahan, Suwoko menjelaskan, PSU yang wajib diberikan kepada pemerintah adalah sebanyak 40 persen. PSU tersebut nantinya dapat digunakan untuk kepentingan umum. Seperti mendirikan tempat ibadah, pemakaman untuk warga perumahan, dan fasilitas umum lainnya.
“PSU pemakaman adalah dua persen luas perumahan yang dikuasai, atau sesuai kesepakatan dengan pihak desa maupun kelurahan setempat. Bisa kami yang menyediakan, atau pihak mereka [desa/kelurahan] yang menyediakan. Kami ingin tekankan di sini, bahwa PSU untuk makam dan tempat ibadah itu pasti dan wajib ada,” tegasnya.
Suwoko meminta seluruh anggota REI Malang lebih intens berkomunikasi, agar permasalahan-permasalahan perumahan yang terjadi mendapatkan solusi yang tepat. Termasuk dalam hal penjualan maupun permodalan dengan pihak perbankan.
“Dengan komunikasi intens antaranggota seperti yang dilakukan saat ini, kami dapat saling urun rembug dan mencari solusi yang tepat. Khususnya terkait penjualan perumahan dan segi permodalan dengan perbankan. Apa kendala yang dihadapi, kami sharing di sini,” jelas Suwoko.
“Misalnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan bank. Hal tersebut sangat diperlukan bagi pengembang, karena jika kami tidak memiliki PKS dengan bank, maka bunga pinjaman dapat mencapai 12 persen. Namun jika telah memiliki PKS, maka kami dapat ikut aturan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan bunga maksimal 4,8 persen,” pungkasnya. (Har/MAS)