KOTA MALANG – malangpagi.com.
Saat ini setidaknya terdapat 65 ribu ton gula lokal yang masih belum terjual dan mengendap di gudang Pabrik Gula (PG) Krebet dan PG Kebon Agung, dikarenakan tidak ada pengepul yang mau membeli.
Hal tersebut disinyalir karena ada wacana akan munculnya Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang harganya lebih murah dari gula lokal.
“Gula lokal harganya lebih mahal daripada gula GKR dan gula mentah impor. Kalau gula lokal Rp10.800 per kilogram. Sedangkan gula impor sekitar Rp7.000 per kilogram. Itupun sudah diolah,” jelas Dwi, yang dilansir oleh Kumparan, Selasa (26/1/2021).
Kekhawatiran ini sejatinya sudah dirasakan para petani tebu lokal, sejak Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada awal Oktober tahun lalu mengatakan bahwa pemerintah berencana membuka keran impor garam dan gula secara langsung untuk kebutuhan industri.
Situasi ini mengundang respons tiga asosiasi pengusaha di Malang, dengan mencetuskan sebuah gerakan untuk membeli gula produksi petani lokal.
Tiga asosiasi tersebut adalah Apkrindo (Asosiasi Pengusaha Kafe dan Resto Indonesia), APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia), dan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia).
Ketua Apkrindo Malang, Indra Setiyadi menjelaskan, pada dasarnya tiga asosiasi ini merasa perihatin terhadap persoalan yang dihadapi para petani tebu.
“Sebagai bagian masyarakat, kami sangat prihatin melihat persoalan yang dialami para petani tebu. Untuk itu, bersama asosiasi-asosiasi kami mengajak masyarakat untuk mengutamakan membeli gula lokal. Meskipun harganya sedikit mahal, namun masih terjangkau,” ujar Indra saat ditemui di Rumah Makan Kertanegara, Jumat (29/1/2021).
Gerakan ajakan untuk menggunakan produk gula lokal, menurut Indra bertujuan untuk membantu kesejahteraan petani tebu lokal. Ia juga optimistis, gagasan ini juga akan didukung oleh komunitas-komunitas di Malang Raya.
“Dengan menggunakan gula lokal, otomatis hukum pasar tidak berlaku. Gula yang tertimbun di PG dapat didistribusikan ke pedagang maupun pengecer, yang selama ini kesulitan untuk didistribusikan,” ujarnya.
Indra juga menegaskan, bahwa gerakan ini murni didasari empati kepada petani tebu. Ia juga berharap, pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan petani tebu, selain meningkatkan fungsi kontrol dan memprioritaskan produk gula lokal.
Sementara itu, Ketua APPBI Malang Raya, Suwanto mendesak pemerintah segera menindaklanjuti masalah ini, dengan mengatur regulasi agar gula lokal menjadi komoditi nomor satu di tanah air. “Jangan sampai kalah dan hancur sama gula import,” ucapnya melalui sambungan telepon.
“Maka dari itu, beberapa asosiasi akan berkumpul untuk membahas masalah ini, dan mencoba turut andil membantu menyelesaikannya,” tutur Suwanto.
Hal senada juga disampaikan pihak PHRI Malang, Agus Basuki. “Karena hal ini adalah untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal khususnya,” jelas Manajer The Shalimar Boutique Hotel itu, yang dilansir Realita.co.
Reporter : Doni Kurniawan, Muhammad
Editor : MA Setiawan