KOTA MALANG – malangpagi.com
Terdakwa Julianto Eka Putra (JEP), pemilik sekaligus pengelola Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, tertunduk lesu setelah mendengar keterangan dari dua saksi korban, yakni SDS dan JAY di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Kamis (10/3/2022).
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait yang turut mendampingi korban saat jalannya persidangan yang digelar secara tertutup. Dirinya menyampaikan, JEP yang duduk di kursi pesakitan kini seolah tak berdaya dan tak berkutik.
“Jauh panggang daripada api. Tk seperti yang selama ini dikenal banyak orang sebagai seorang mentor yang diperhitungkan. Sangat berbeda,” ungkap Arist kepada wartawan yang menemuinya usai persidangan.
Dalam persidangan, lanjut Arist, JEP mengakui pernah mengajak korban ke Singapura, Eropa, dan Malaysia dengan kapal pesiar. “Namun, terdakwa tidak mengakui kekerasan seksual yang disampaikan dua saksi korban saat persidangan,” tuturnya.
Arist meyakini, dari keterangan dua saksi yang dihadirkan di persidangan, JPU akan menuntut terdakwa dengan hukuman maksimal. “Demi keadilan bagi korban, dan demi kepentingan terbaik korban, serta kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Apa yang dilakukannya adalah kejahatan luar biasa yang harus dihentikan,” terang pria kelahiran Pematang Siantar, 60 tahun lalu.
Pihaknya berharap Majelis Hakim akan memutuskan JEP bersalah secara sah, karena telah melakukan kejahatan seksual terhadap korban sejak korban berusia 16 tahun.
“Untuk melengkapi dan menguatkan dakwaan atas kasus kekerasan seksual yang patut diduga dilakukan JEP, maka pada persidangan berikutnya [Rabu, 16/3/2022] JPU akan menghadirkan tiga saksi,” tuturnya
Lebih lanjut Arist menjelaskan, setelah mendengar kronologi kejahatan seksual yang disampaikan korban secara konsisten dan sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terdakwa JEP harus bersiap menanti hukuman di atas 20 tahun atas perbuatan yang didakwakan JPU kepadanya. “Tidak ada kompromi atas kasus kejahatan seksual. Apa pun bentuknya,” tegasnya.
Dirinya menyebut, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, hukuman 20 tahun atau seumur hidup bahkan hukuman mati dapat dijatuhkan hakim terhadap siapapun pelaku predator seksual anak.
“Sungguh kejam dan dan tak bermoral JEP itu. Dua korban yang dimintai keterangan sebagai saksi korban di PN Malang dikonstruksi sebagai perempuan nakal dan tak bermoral serta tak tahu diri,” pungkas Arist berapi-api. (Har/MAS)