
KOTA MALANG – malangpagi.com
Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tengah menyiapkan kebijakan baru untuk mempermudah pengurusan izin bangunan bagi pondok pesantren (ponpes) dan masjid. Langkah ini diambil menyusul banyaknya bangunan keagamaan di Kota Malang yang masih belum memiliki izin pembangunan secara lengkap.
Berdasarkan informasi, mayoritas ponpes dan masjid diketahui dibangun secara bertahap tanpa perencanaan teknis menyeluruh, serta terkendala biaya administrasi dalam pengurusan izin resmi.
Kepala Bidang (Kabid);Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang, Ade Herawanto, mengungkapkan pihaknya sedang menyiapkan kebijakan berupa penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) secara gratis. Program ini akan diperuntukkan bagi seluruh ponpes dan tempat ibadah di wilayah Kota Malang.
“Saat ini kami sedang memverifikasi data sebanyak 759 lokasi, terdiri dari 91 pondok pesantren dan 668 masjid. Setelah proses verifikasi selesai, kami akan melakukan pendampingan dalam penerbitan izin bangunan secara gratis,” jelas Ade, Kamis (23/10/2025).
Lebih lanjut, hasil dari proses pendampingan tersebut akan diformulasikan menjadi regulasi resmi, baik dalam bentuk Peraturan Wali Kota (Perwali) maupun Surat Keputusan (SK) Wali Kota, yang saat ini sedang dikaji oleh bagian hukum Pemkot Malang.
Ade menilai, kebijakan ini penting untuk mempercepat legalitas bangunan keagamaan tanpa memberatkan pengurusnya.
“Dengan adanya regulasi ini, kami ingin membantu pengelola masjid dan ponpes agar tidak terbebani proses administrasi, namun tetap memenuhi standar teknis dan keamanan bangunan,” ujarnya.
Ade menjelaskan, selama ini pengurusan izin PBG dan SLF kerap terkendala karena prosesnya tergolong kompleks. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, perizinan harus melibatkan tenaga ahli bersertifikat, konsultan, serta lembaga berizin resmi.
“Penyedia jasa wajib memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) dengan jenjang 7 hingga 9 yang diterbitkan oleh BSNP RI. Selain itu, ada sejumlah aspek teknis yang harus dipenuhi, mulai dari desain arsitektur hingga sistem mechanical, electrical, dan plumbing (MEP),” papar Ade.
Sementara itu, Pimpinan Ponpes BMCI, Prof. Muhammad Bisri, menyambut baik rencana Pemkot Malang tersebut. Ia menilai, program ini akan sangat membantu pengelola pesantren yang selama ini kesulitan mengurus perizinan.
“Selama ini banyak ponpes yang belum mengurus izin karena belum memiliki yayasan resmi. Para pendiri lebih fokus pada kegiatan pendidikan dan dakwah, sementara urusan administrasi sering kali terabaikan,” jelas Prof. Bisri.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah daerah bekerja sama dengan perguruan tinggi di Kota Malang untuk membantu proses pendampingan teknis.
“Ada banyak kampus dengan jurusan teknik seperti UB, ITN, dan Polinema. Mereka bisa diberdayakan untuk mendampingi ponpes di wilayah masing-masing,” tuturnya.
Prof. Bisri mencontohkan, Universitas Brawijaya bisa mendampingi ponpes di Kecamatan Lowokwaru, sedangkan kampus lain dapat membantu wilayah berbeda.
“Dengan kolaborasi seperti itu, proses pendampingan bisa lebih efektif dan hasilnya tepat sasaran,” pungkasnya.
Sebagai langkah awal, DPUPRPKP telah menyiapkan dua lokasi percontohan program. Ponpes Bahrul Maghfiroh Cinta Indonesia (BMCI) akan dijadikan pilot project untuk kategori pondok pesantren, sementara satu masjid di kawasan perkampungan akan dipilih sebagai contoh penerapan untuk rumah ibadah. (YD)