KOTA MALANG – malangpagi.com
KPU Provinsi Jawa Timur (Jatim) telah menyelesaikan proses rekapitulasi perhitungan suara Pemilu 2024. Total 120 kursi DPRD Jatim telah diperebutkan oleh kandidat dari berbagai partai politik di 14 daerah pemilihan.
Akademisi Universitas Negeri Malang (UM), Akhirul Aminulloh, mengatakan fenomena pro dan kontra, bahkan sengketa terkait Pemilu, hampir selalu terjadi di semua tingkatan pemilihan, mulai dari perolehan suara DPRD, DPRD Provinsi, DPR RI, DPRD Kabupaten/Kota, hingga pemilihan presiden.
“Prinsip inti dari situasi ini adalah bahwa tidak ada peserta yang ingin kalah, itulah yang paling penting. Ketika ada kontroversi atau perselisihan, kita harus mengacu pada hukum sesuai dengan prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan sebagai cara penyelesaiannya,” ucapnya saat ditemui di kantor Departemen Ilmu Komunikasi FIS UM, Rabu (20/3/2024).
Ia menekankan penting untuk dipahami bersama tindakan atau fakta memiliki kekuatan yang lebih kuat daripada sekadar kata-kata dan hal ini akan lebih berpengaruh dalam melegitimasi suatu keputusan secara hukum.
“Terkadang terjadi perselisihan di antara pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam kontestasi tersebut, terutama karena Pemilu tidak hanya membutuhkan banyak energi dan tenaga tetapi juga biaya yang besar,” serunya.
Dari segi pengeluaran biaya yang signifikan ia menjelaskan, pihak yang kalah dapat merasa dirugikan, sementara pihak yang menang tentu bersyukur. Hal ini bisa menjadi masalah yang akan diselesaikan secara hukum, baik dengan sengaja atau tidak.
“Namun, perlu diingat bahwa melaporkan tanpa bukti akan sia-sia dan bahkan dapat dianggap sebagai fitnah atau pencemaran nama baik, yang merupakan tindakan pidana,” paparnya.
Dijelaskannya, ketika tuduhan tidak didukung oleh bukti yang valid, itu hanyalah propaganda yang tidak akan memiliki dampak yang signifikan, terutama setelah Pemilu selesai. Kecuali jika propaganda tersebut mengarah pada kecurangan yang dapat mempengaruhi opini publik dan mengubah pilihan mereka.
“Jika tuduhan kecurangan hanya berupa opini tanpa bukti, dan KPU serta Bawaslu telah menetapkan hasil penghitungan suara, maka itu tidak akan berdampak besar. Namun, jika ada bukti yang sah dan dilakukan gugatan terhadap hasil Pemilu, maka hal tersebut perlu ditindaklanjuti,” lugasnya.
Berdasarkan prinsip etika politik, Akhirul menerangkan memberikan opini atau narasi tanpa konfirmasi kepada pihak yang bersangkutan dan dipublikasikan oleh media merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Prinsip cover booth side juga sangat penting dalam media untuk menjaga prinsip praduga tidak bersalah.
“Oleh karena itu, pihak yang tidak terkait dengan penyelenggara Pemilu atau struktur partai sebaiknya tidak ikut campur dalam masalah internal tersebut. Hal ini khususnya berlaku dalam proses rekapitulasi di tingkat partai, di mana jika tidak ada masalah di tingkat internal, maka hal tersebut menjadi wewenang Mahkamah Partai,” tegasnya.
“Mari kita meningkatkan kesadaran pribadi tentang keragaman pendapat setelah periode kontes politik selesai. Melakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan, diharapkan dapat menjadi solusi untuk menjaga kestabilan dan kedamaian masyarakat,” pungkasnya. (MK/YD)