
KOTA MALANG – malangpagi.com
Cangkrukan Ngaji Budaya menggelar acara rutin Jumat Pahing, dengan mengusung tema Silaturahmi Budaya, yang bertempat di Stasiun Corner, Jumat malam (10/6/2022). “Tema ini sengaja kami angkat, sebagai upaya mengenalkan budaya dan untuk memperkuat tali silaturahmi,” ungkap Ketua Cangkrukan Ngaji Budaya, Hisa Al-Ayyubi.
Dalam kesempatan itu pula dirinya mengatakan, meskipun adanya tudingan miring yang ditujukan pada Cangkrukan Ngaji Budaya, pihaknya akan terus istikamah dan akan berada di jalur yang benar.
“Dengan silaturahmi tiada henti, saya rasa secara perlahan mereka akan paham tentang visi misi Cangkrukan Ngaji Budaya. Mungkin mereka yang mengembuskan aroma tidak sedap tersebut belum mengerti, dan hanya mendengar dari satu pihak,” tutur pengasuh Pondok Pesantren Ilmu Quran (PPIQ) Darul Hidayah Kota Malang itu.
Pria yang akrab disapa Gus Hisa itu menyampaikan, silaturahmi tidak hanya diajarkan pada satu agama saja. Karena dengan silaturahmi akan membawa dampak positif, dan dapat mempererat persaudaraan. “Untuk itu, marilah kita jaga dan lestarikan silaturahmi,” ajaknya.
Sementara itu, budayawan Ki Priyo Sunanto Sindhi, yang lebih sering disapa Ki Priyo, menceritakan bahwa budaya silaturahmi telah ada sejak zaman dahulu. “Silaturahmi sudah dilakukan pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Dalam ekspansi Pamalayu, orang-orang Singasari menuju ke Tumasik bukan untuk memperluas tanah jajahannya, namun sebagai ajang silaturahmi,” bebernya.

Sebagai putra-putri Singasari, Arek Malang harusnya memahami akan pentingnya dan makna silaturahmi. “Silaturahmi menjadi momentum untuk saling mengakrabkan, memaafkan, memberi, dan menjalin persaudaraan. Oleh karena itu, marilah kita galakkan ruang-ruang kesempatan untuk silaturahmi,” ajaknya.
Menurut Ki Priyo, meskipun teknologi sudah canggih namun budaya silaturahmi harus tetap dilestarikan. “Di pedesaan ada budaya sonjo, saling mengunjungi antartetangga. Tidak mengherankan jika nilai-nilai gotong-royong di kehidupan pedesaan masih dijunjung tinggi, dan masih mengenal tetangga secara luas. Ini adalah budaya leluhur kita,” paparnya.
Pendapat senada disampaikan Ki Suryo. Dirinya menegaskan pentingnya menjunjung etika dalam silaturahmi, atau yang Ia sebut dengan srawung. “Srawung yang dilakukan harus memiliki etika. Menghormati tuan rumah dan tidak riya atau pamer,” tuturnya.
Walau sempat diguyur hujan lebat, kegiatan ini tetap terlaksana dengan gayeng, dihadiri ratusan orang dari berbagai komunitas. (Har/MAS)