
KOTA MALANG – malangpagi.com
Dalam rangka memberi tawaran alternatif, Bagus Baghaskoro Wisnu Murti seorang dalang dan komposer musik gamelan asal Malang yang menetap di Solo, bersama komunitas Saba Nusa menampilkan satu genre tontonan wayang sinematik.
Tontonan itu mengemas pemanggungan wayang lebih segar dan greget. Boneka-boneka wayang disuguhkan dengan menampilkan bayangannya saja. Konsep tersebut dimaksudkan untuk memberi kebebasan imajinasi bagi penonton dalam mempersepsikan bentuk dan wajah wayang sesuai keinginannya.
Lewat bayangan, karakter wayang lebih mudah dieksplorasi dengan memainkan gerakan menjauh dan mendekat dari sumber cahaya. Sehingga memunculkan beragam kesan unik, membesar-mengecil, wigati dan gecul. Sebagaimana anak kecil memainkan jemari tangan mereka di depan lilin saat lampu padam.
Percapakan antar tokoh wayang dilakukan dengan bahasa Indonesia, yang lazim dikenal dengan nama sandosa. Agar pesan yang hendak disampaikan mudah ditangkap.
Dan lebih penting lagi, kemasannya yang dikolaborasikan dengan unsur-unsur sinematik selayaknya sebuah film animasi. Tiba-tiba layar putih berubah menjadi warna merah menyala, berkorbar api, dan busur-busur panah beterbangan saat peperangan terjadi.
Musiknya pun diaransemen dengan garapan baru. Memadukan gamelan dengan bermacam genre musik untuk menguatkan nuansa adegan-adegan tertentu. Semua dibungkus dengan gaya kekinian. Semata agar generasi tertarik dan tak lagi abai.
Bagus Baghaskoro Wisnu Murti sebelumnya berhasil mendapatkan hibah berupa Fasilitasi Bidang Kebudayaan dari pemerintah untuk menggelar pertunjukan kolosal di beberapa kota di Jawa Timur. Bersama Komunitas Saba Nusa akan menggarap sebuah pertunjukan epik berjudul “Shri Rajasa Sang Amurwabhumi”.
Ide awal pertunjukan Shri Rajasa Sang Amurwabhumi diilhami dari ikhtiar sederhana, yakni menarasikan lakon-lakon nusantara dalam bentuk sinema wayang sandosa.
Sebagaimana kita tahu, wayang yang telah menjadi jati diri kebudayaan Indonesia dan Jawa pada khususnya, seolah hanya berisi dua kisah besar yakni Mahabarata dan Ramayana.
Dua epos tersebut, walaupun telah banyak bersentuhan dengan kekuatan lokal di Jawa, tetapi harus kita akui sebagai warisan berharga yang dibawa dari India.
Bagus dan Komunitas Saba Nusa memandang bahwa wayang adalah “ruang imajinatif” yang mampu menampung gejolak kreativitas tanpa batas. Dan oleh karena itulah, ada upaya memberi kemungkinan-kemungkinan lain, dengan membawa lakon-lakon nusantara. Seperti laku hidup Ken Arok, ke dalam pertunjukan wayang yang dikemas dalam citra dan karakter yang lebih baru dan segar. Tidak menutup kemungkinan, ke depan akan membawakan kisah-kisah lokal Nusantara yang lain.
Harapannya sederhana, agar kekayaan kisah sejarah di Nusantara mampu terbaca dan dikomunikasikan secara lebih efektif namun terbuka, terutama bagi generasi muda Indonesia.
Hal tersebut semakin penting, mengingat hari ini banyak sekali upaya menghapus jejak sejarah di negeri tercinta ini dengan berbagai bentuk.
“Kita tidak mau generasi kita abai sejarah, dan di titik itulah posisi pertunjukan ini berada. Lewat pertunjukan ini, kita mencoba diingatkan tentang siapa dan darimana kita berasal,” ujar Bagus dalam rilis yang diterima Malang Pagi, Jumat (4/12/2020).
Shri Rajasa Sang Amurwabhumi akan dipentaskan di Taman Krida Budaya Malang pada 4 Desember 2020 dan di Kediri pada 6 November 2020, dengan format pertunjukan blanded.
Acara ini mengundang penonton terbatas. Hanya berjumlah 50 orang dengan protokol kesehatan yang ketat, dan disiarkan langsung secara daring melalui channel Youtube Baghaskoro Arema.
Editor : Redaksi