
KOTA MALANG – malangpagi.com
Pemerintah Pusat bersama DPR RI resmi meluncurkan Program Pemajuan dan Penegakan Hak Asasi Manusia (P5 HAM), yang menyasar penguatan kesadaran HAM bagi generasi Z. Kegiatan yang juga turut melibatkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya ini digelar di Aula Universitas Insan Budi Utomo (UIBU) Kota Malang, Jumat (14/11/2025).
Ketua PWI Malang Raya, Ir. Cahyono, menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menambah wawasan para jurnalis dalam memahami isu-isu HAM.
“Teman-teman wartawan bisa mengambil nilai-nilai positif dari kegiatan ini, khususnya terkait HAM,” ujarnya.
Cahyono menilai kerja sama PWI Malang Raya dengan UIBU merupakan sinergi yang baik dan dapat terus menghadirkan kegiatan positif ke depannya.
“Terima kasih kepada Pak Rektor, Pak Nurcholis, yang selalu memberi support. Sinergi seperti ini penting dan bisa memunculkan berbagai kegiatan yang bermanfaat,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, menyampaikan bahwa Kota Malang adalah kota yang sangat terbuka dan menghargai keberagaman suku, ras, dan agama.
“Di Malang, saya merasakan keterbukaan yang luar biasa. Sebagai pendatang, kita harus menyesuaikan diri dengan budaya setempat,” ungkap Made.
Ia menegaskan pentingnya menghormati adat istiadat daerah yang ditinggali agar tidak terjadi benturan budaya.
“Ikuti adat dan budaya daerah setempat. Jangan memaksakan budaya asal. Kita harus menghormati daerah yang kita tinggali,” tambahnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember, Nando Yussele Mardika, S.H., M.Si, menyoroti kondisi penegakan HAM di Indonesia yang menurutnya semakin mengkhawatirkan. Ia menyebut political will pemerintah dalam memastikan pemenuhan HAM mengalami pelemahan.
“Masalahnya bukan pada gagasan politik, tetapi pada implementasi. Aparat penegak hukum seharusnya independen, namun kenyataannya banyak proses hukum yang terpengaruh kepentingan politik,” jelasnya.
Nando juga menerangkan bahwa Program P5 HAM merupakan kegiatan yang digelar oleh masing-masing anggota DPR RI di daerah pemilihannya. Program ini dinilai penting dalam membangun literasi HAM di tingkat lokal.
Lebih lanjut, Nando memaparkan bahwa salah satu problem besar demokrasi Indonesia adalah rendahnya akuntabilitas dalam proses penyusunan kebijakan publik.
“Masyarakat seharusnya terlibat dalam pembentukan regulasi, tetapi suara publik jarang benar-benar diperhitungkan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa isu HAM dan kebebasan pers sangat berkaitan dengan kekuatan masyarakat sipil. Namun, efektivitasnya tetap bergantung pada political will pemerintah.
“Untuk memperkuat HAM dan kebebasan pers, tidak ada jalan lain selain mendorong political will. Dan di sinilah letak kekhawatiran kita saat ini,” pungkasnya. (YD)














