KOTA MALANG – malangpagi.com
Kasus penelantaran pasien yang terjadi di Rumah Sakit (RS)Hermina, Kota Malang telah menarik perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang.
Menurut tetangga Korban, Calvin menuturkan bahwa korban bernama Wahyu tersebut, telah ditelantarkan oleh pihak rumah sakit Hermina hingga menyebabkan kehilangan nyawa.
Dikatakannya, insiden ini bermula ketika korban yang memerlukan perawatan medis serius mengalami penolakan perawatan dengan alasan tidak ada bed kosong. Dia menyebutkan di RS keluarga telah meminta pihak rumah sakit memberikan pertolongan awal.
“Namun, mereka kesal ketika jawaban pihak RS tidak memiliki alat cek jantung yang dibutuhkan, sehingga tidak bisa menangani korban yang sedang kritis,” serunya.
Lebih lanjut, Calvin membeberkan alasan RS tidak bisa menangani keluarga korban meminta disediakan ambulan agar bisa memindahkan ke RSSA. Namun nahas, pihak Hermina memberikan jawaban tidak ada ambulan yang tersedia sehingga terjadi perdebatan di Hermina.
“Pasca itu selang beberapa menit datang ambulan relawan baru selesai mengantarkan pasien laka. Lalu, ambulan itu yang mengantarkan ke RSSA. Setelah dilakukan pemeriksaan di sana (RSSA), korban dinyatakan sudah tiada,” ungkapnya dengan wajah sedih.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi telah mengambil inisiatif untuk menyoroti masalah ini dan melakukan pendampingan terhadap keluarga korban.
“Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi. Seharusnya, tidak ada satu pun pasien yang ditelantarkan, apalagi dengan alasan tidak ada bed. Ini menyangkut hak asasi manusia, yaitu hak untuk mendapatkan layanan kesehatan,” tuturnya.
Dalam menanggapi kasus ini, dirinya telah mengadakan pertemuan dengan pihak manajemen RS Hermina untuk mendiskusikan insiden tersebut. Pihaknya mendesak rumah sakit untuk klarifikasi dan menjelaskan alasan hal seperti ini bisa terjadi.
“Selain itu, kami juga mendorong pihak rumah sakit untuk melakukan evaluasi internal dan memperbaiki sistem pelayanan mereka, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Kami meminta RS Hermina untuk bertanggung jawab penuh atas insiden ini dan memastikan bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki sistem layanan mereka,” tegasnya.
Arif berkomitmen untuk memberikan pendampingan jika keluarga korban melaporkan ke jalur hukum. “Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini dan siap memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh keluarga korban,” serunya.
Menurut Arif, hal ini juga tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua Atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya Pasal 36A ayat (2), disebutkan bahwa dalam hal pemberian pelayanan gawat darurat, fasilitas kesehatan baik yang bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dilarang menarik biaya pelayanan kesehatan kepada peserta serta menolak pasien gawat darurat.
“Kami akan melakukan komunikasi dengan pemerintah khususnya dinas kesehatan agar pemantauan atas pelayanan rumah sakit swasta khususnya RS Hermina yang memang sering dikeluhkan Masyarakat. Dengan menelantarkan pasien dan tidak ada tindakan lanjutan atau saran tindakan kepada pasien tentu merupakan kesalahan fatal atas pelayanan rumah sakit,” lugasnya.
Arif juga membeberkan mendengar cerita dari beberapa pengalaman Masyarakat memang kurang baik pelayanan dari RS Hermina. Masalah sanksi baik hukum maupun etik tentu kami serahkan kepada pihak yang berwenang untuk memberi sanksi,” paparnya.
“Untuk itu saya minta pihak pemerintah ikut melakukan pengawasan atas kondisi pelayanan pada rumah sakit yang ada di Kota Malang secara menyeluruh. Kami juga mengimbau kepada seluruh rumah sakit yang beroperasi di Kota Malang untuk memperhatikan kualitas pelayanan mereka dan selalu mengutamakan kepentingan pasien di atas segalanya. Kami berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam penyediaan layanan kesehatan di kota ini,” pungkasnya. (MK/YD)