KOTA MALANG – malangpagi.com
Pelaksanaan pembiusan atau anestesi ambulatory menjadi aspek krusial dalam suatu prosedur operasi di lingkungan rumah sakit, karena kesalahan kecil selama tahap ini dapat memiliki konsekuensi fatal bagi pasien. Oleh karena itu, proses anestesi ambulatory harus dijalankan sesuai dengan protokol dan prosedur yang telah ditetapkan.
Dokter ahli anestesi dari Rumah Sakit Bedah Surabaya (RSBS), dr Anna Surgean Veterini menyebutkan Anestesi Ambulatory adalah istilah metode anestesi yang digunakan untuk tindakan-tindakan pembedahan atau diagnostik tertentu tanpa harus rawat inap di rumah sakit.
“Anestesi Ambulatory disebut juga one day care anesthesia atau dalam bahasa Indonesianya anesthesia rawat jalan,” ucapnya.
Anna menjelaskan, setelah pembiusan pasien dapat pulang pada hari yang sama. “Tentunya ada beberapa persyaratan dari pasien dan keluarganya sebelum menjalani prosedur anestesi ambulatory, beberapa di antaranya seperti konsultasi dengan dokter spesialis anestesiologi, persiapan puasa minimal 6 jam sebelum tindakan, menandatangani surat persetujuan tindakan dan risiko-risiko yang mungkin bisa terjadi, datang ke RS sesuai jam yang ditentukan, dan pasien tidak boleh datang seorang diri tanpa pengantar,” seru Akademisi Unair itu.
Lebih lanjut, Anna menjelaskan tindakan yang dapat dilakukan selama Anestesi Ambulatory rawat jalan ialah pembedahan atau tindakan diagnostik yang perkiraan tindakannya cepat (kurang lebih 1-2 jam), pasien yang tidak disertai dengan penyakit penyerta yang berat, kondisi tubuh optimal dan tidak memberikan risiko tinggi setelah konsultasi dengan dokter spesialis anestesiolog.
“Terkait usia, sebenarnya tidak ada batasan usia pasien yang akan menjalani anestesi ambulatory, tetapi persyaratan yang disampaikan di atas tidak boleh dilanggar,” tegasnya.
Walau pun tindakan anestesi ambulatory ini terlihat seperti sederhana, Anna menerangkan bukan berarti tindakan ini tanpa risiko. “Beberapa risiko yang dapat terjadi misalkan alergi obat, kesulitan pada saat tindakan, obat anestesi yang lama hilangnya dari tubuh, atau muntah akibat tidak berpuasa sehingga makanan masuk ke paru-paru. Bila sampai terjadi risiko yang tidak diinginkan maka akhirnya pasien harus rawat inap untuk perawatan lebih lanjut,” bebernya.
“Penjelasan ini memiliki signifikansi penting agar pasien atau keluarganya dapat memahami bahwa meskipun seorang dokter telah menjalankan tindakan sesuai dengan standar, namun dalam situasi tertentu, kejadian di luar kendali dapat terjadi,” pungkasnya. (YD/MK)