
KOTA MALANG – malangpagi.com
Walikota Malang Sutiaji menegaskan untuk menguatkan literasi, dalam menghadapi ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk menghadapi radikalisme dan terorisme.
“Kuatkan literasi. Sehingga akan kokoh jati diri akan ke-Indonesiaan kita. Jangan mau negara kita dicabik-cabik dengan faham radikalisme maupun terorisme,” tegas Sutiaji, saat memberi sambutan dalam Seminar Kebangsaan Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme untuk Menjaga Keutuhan Bangsa, bertempat di Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Kota Malang, Sabtu (19/2/2022).
Dalam seminar yang diselenggarakan secara hybrid itu, orang nomor satu di Kota Malang tersebut memaparkan bahwa Indonesia adalah primadona dunia. Ketika Indonesia utuh dengan Kebhinnekaannya, bersatu dengan NKRI-nya, tidak tergoyahkan dengan falsafah Pancasila-nya, maka banyak negara lain yang tidak senang.
“Jika Indonesia utuh, Indonesia kondusif, maka itu adalah ancaman bagi negara lain yang ingin menghancurkan Indonesia. Caranya melalui berbagai sektor, seperti narkoba, menyusupkan paham sosialisme, lewat asimilasi budaya, hingga ancaman radikalisme maupun terorisme,” urainya.
“Jawabannya jangan mudah terprovokasi dengan hal-hal yang dapat menjerumuskan. Maka, sekali lagi, kuatkan literasi dan pembentukan karakter anak sejak dini,” terang Sutiaji, di acara yang diinisiasi Jaringan Muslim Madani bersama Pondok Pesantren Al-Hikam Kota Malang itu.

Dirinya menambahkan, saat ini Indonesia memasuki era digitalisasi dan informasi. Di mana dunia ada dalam genggaman. Hampir tidak ada sekat antara negara satu dan lainnya, sehingga arus globalisasi semakin deras membanjiri. Untuk itum Sutiaji pun berpesan kepada kawula muda, untuk arif dan bijaksana dalam menyikapi hal ini.
Pernyataan Sutiaji, diamini oleh aktivis, konselor pendidikan, dan dosen Universitas Negeri Malang, Muslihati. Dirinya mendukung gagasan untuk menanggulangi ancaman radikalisme dan terorisme dengan menguatkan literasi.
“Rekomendasi prevensi dalam menanggulangi radikalisme dan terorisme adalah dengan peningkatan edukasi literasi keragaman dan multi budaya sejak dini. Hal ini dapat dimulai dari keluarga, sekolahm dan komunitas. Selain itu, juga pengembangan berpikir kritis, respek, dan toleran. Di dalam sistem kurikulum harus digencarkan untuk berpikir kritis dan bersikap toleran terhadap segala perbedaan,” jelas Muslihati.
Dirinya menambahkan, seni dan budaya merupakan media efektif bagi para remaja sebagai sarana literasi dalam dalam menangkal radikalisme. Peningkatan kapasitas pendidik dalam media multibudaya juga sangat diperlukan.

“Tak kalah pentingnya, literasi digital harus digaungkan sebagai edukasi dan peningkatan kapasitas yang dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui media online,” imbuhnya.
Muslihati pun merekomendasikan tindakan yang dilakukan untuk institusi perguruan tinggi, dalam menangkis paham radikalisme dan terorisme. Yakni dengan merekomendasikan adanya internalisasi kajian multicultural awarness dalam materi perkuliahan, terutama yang bersumber dari Turots.
“Mengembangkan program edukasi berjenjang melalui program kampus, misalkan Kuliah Kerja Nyata, mengembangkan edukasi berkelanjutan melalui kanal media sosial, serta membentuk dan mengkader gerakan remaja moderat atau cinta damai,” pungkas Muslihati. (Har/MAS)