KOTA MALANG-malangpagi.com
Gemuruh pemilu sangat terasa arusnya hingga dlm ruang Bebrayan Sosial kita, hampir setiap saat denyut pikiran dan perilaku sosial kita bergairah menyikapi fenomena pemilu, bermacam varian tanggapan mengalir deras dlm setiap bentuk ruang publik.
Gairah sosial ini di sisi lain menjadi sebuah fenomena menarik untuk sama-sama kita cermati secara kritis tetapi di sisi lain memunculkan kegaduhan yg jauh dari sebuah pengharapan pencerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Spirit berdemokrasi yang didalamnya mengandung pengharapan ternyata menjadi sebuah jalan sunyi.
Demokrasi sebagai sebuah piranti yang seharusnya berisi nilai-nilai kesetaraan, kejujuran, keadilan, kesederhanaan, keguyuban untuk mewujudkan cita-cita bersama sebagai bangsa seperti yang masih jelas termaktub dlm Preambule UUD 45.
Justru semakin miskin nilai-nilai, demokrasi seolah hanya lorong panjang yang hampa tak punya pijakan nilai.
Demokrasi bahkan menjadi jalan buntu untuk mengalirkan nilai nilai sehingga sangat terasa gemuruh gairah pemilu hanya gempita hasrat untuk berebut kursi kekuasaan, saling caci untuk bisa menebar kebencian, menabur kebohongan untuk bisa meraih simpati, dan mengokohkan cara-cara pembenaran untuk bisa meraup penilaian paling benar daripada yang lain.
Demokrasi sebenarnya sebuah proses untuk mengokohkan terwujudnya tiga tonggak utama dlm kehidupan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini, yaitu keadilan, kedaulatan dan kesejahteraan dlm kehidupan rakyat, maka selayaknya rakyat harus memiliki pemikiran dan sikap tegas untuk menentukan pilihannya yang bisa mewujudkan tiga tonggak utama demokrasi.
Tetapi banyak figur yang menyediakan diri terjun langsung dalam hajatan demokrasi serentak (khususnya dlm pileg) dengan membawa niatan yang berisi idealisasi berdemokrasi terasa kesunyian dlm arena yang hiruk pikuk jauh dari idealisasi berdemokrasi yang mereka usung. Bahkan seolah laku pikir dan laku kerja politik mereka dianggap tidak realistis karena muncul begitu masif parameter material di habitat politik negeri ini.
Kalau benar pengamatan yang tergambarkan itu lalu sampai kapan demokrasi kita berkualitas, bagaimana mewujudkan tiga tonggak demokrasi yang dimaksud?
Siapa lagi yang akan bertahan dalam jubah idealisasi berdemokrasi?
Jalan sunyi di rel demokrasi selayaknya sudah harus menjadi perhatian dan kepedulian kita yang masih punya spirit pro demokrasi agar setiap proses waktu yang akan kita lewati semakin bisa mengkualitaskan demokrasi seperti yang kita harapkan bersama.
Semoga bisa jadi perenungan kita bersama yang mencintai ibu pertiwi.
Malang, 13 Februari 2019
Sumber : Drs. Bambang GW
– Penggagas komunitas Sedulur Petruk
– Caleg NasDem no 10 dapil Kedungkandang Kota Malang
– Pegiat sosial budaya
Editor : Putut