KAB. MALANG – malangpagi.com
Pemerintah Desa bersama jajaran pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Wonokerto Lestari Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, terus berupaya memperjuangkan aspirasi nasib petani di wilayahnya. Terutama terkait Surat Keputusan (SK) Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Setelah 81 petani mengantongi SK Kementerian tersebut, tidak menunggu waktu lama pihak Pendes langsung melanjutkan pengurusan guna percepatan penerbitan SK KHDPK tersebut.
“Satu hari pasca 81 petani mengantongi SK KHDPK Kementrian, saya berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan proses percepatan pengurusan SK 279 petani lainnya,” tutur Kepala Desa Selorejo, Bambang Soponyono, Kamis (5/10/2023).
Beberapa tempat yang dikunjungi Bambang meliputi balai PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan), BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan), dan tim terpadu PPTKH (Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan).
“Saat kunjungan dijelaskan bahwa untuk batas PPTKH di Kabupaten Malang dianggarkan oleh APBN di tahun 2023. Di situ disampaikan ada sisa anggaran kemarin yang di prioritaskan untuk Kabupaten Malang, pelaksanaan sekitar November,” sebutnya.
Menurut Bambang, selanjutnya akan dilakukan penandaan batas PPTKH, yang merupakan proses lanjutan dari pelepasan pengelolaan hutan menjadi pengelolaan khusus, untuk dilepaskan statusnya menjadi hak milik masyarakat.
Sedangkan saat kunjungan ke PSKL, Bambang juga menyampaikan terkait persoalan Bumi Wisata Perkemahan Bedengan. Menurutnya lokasi itu adalah PPTKH, bukan pemukiman fasum fasos yang telah diajukan kawasan hutan sosial, dan seterusnya menjadi aset desa atau diserahterimakan ke pengelola, yakni LPHD.
Adapun dasarnya adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus pada Sebagian Hutan Negara yang Berada Pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
Juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pada Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus.
“Atas dasar yang kuat, seharusnya Perum Perhutani sudah tidak turut campur terkait pengelolaan di Bedengan. Karena hak kelola desa inilah yang kurang dipahami jajaran ADM Perhutani ke bawah beserta APH, yang selama ini kesan mereka adalah ilegal. Padahal ini jelas legal, berdasarkan SK Kementrian dan Peraturan Kementerian,” jelas Bambang.
Pihaknya melanjutkan, nanti tinggal bagaimana Pemerintah Desa dengan Pemkab Malang tentang pengelolaan pariwisatanya, terutama koperasi restribusi tiketnya.
“Status tanah sudah jelas. Jadi sudah tidak ada lagi PKS (Perjanjian Kerja Sama) dengan Perhutani. Jadi Desa atau LPHD memiliki hak mengajukan kerjasama dengan pihak manapun, bisa juga dengan Perhutani,” pungkas Bambang. (DK99/MAS)