
KOTA MALANG – malangpagi.com
Secara resmi, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang, Isa Wahyudi [yang akrab disapa Ki Demang] menyampaikan permohonan maaf dan klarifikasi, atas kritik yang Ia lontarkan terhadap event Malang 108 Rise and Shine Kayutangan Heritage yang dimuat Malang Pagi pada 7 Juni 2022 lalu.
Seperti diketahui bersama, gelaran Malang 108 Rise and Shine Kayutangan Heritage pada Minggu (5/6/2022) lalu, diselenggarakan oleh Komunitas Musik Malang Bersatu Indonesia (MMBI), dan didukung oleh Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang.
“Saya atas nama pribadi, Isa Wahyudi atau Ki Demang, memohon maaf sekaligus klarifikasi, sebagaimana yang saya tulis di grup WhatsApp [Grup Kebudayaan Kota Malang] atas pertanyaan yang ditanyakan oleh Mas Jatmiko. Saya memang tidak tahu jika pemberitaan tersebut sampai seheboh ini. Dan tentu ini tidak membuat nyaman pada semuanya,” ucap Ki Demang di Kedai Kopi Lonceng Kayutangan, Kamis (9/6/2022).
“Maksud dan niatan saya seperti ini, mungkin terhadap teman-teman media, wartawan, dan sebagainya, agar permasalahan dapat clear. Terimakasih kepada Pak Dar [Darsono] selaku Pimpinan Perusahaan Malang Pagi, saya diberi kesempatan untuk dapat menyampaikan permohonan maaf saya. Dan kepada Mas Dian, tolong disampaikan kepada teman-teman Musik Malang Bersatu Indonesia (MMBI), bahwa kita sudah ketemu,” imbuhnya.

Pernyataan maaf dan klarifikasi yang dilakukan Ki Demang ini berkaitan dengan pemberitaan yang dimuat di Malang Pagi, berjudul Malang 108 Rise and Shine Dianggap Kurang Mempromosikan Wisata Heritage, yang berujung kontroversi.
Dirinya berjanji, dengan permohonan maaf dan klarifikasi yang disampaikan, dapat menjadikan lebih berhati-hati mengomentari sebuah kegiatan, serta lebih mengapresiasi kegiatan sekecil apapun demi kemajuan Kota Malang.
“Sebagai orang wisata, saya melihat acara Malang 108 Rise and Shine Kayutangan Heritage sukses 100 persen, karena euforia yang luar biasa. Hingga pihak Disporapar memperkirakan sekitar 7.000 orang masuk sebagai kunjungan wisata. Dan ini luar biasa,” tegasnya.
Menurut Ki Demang, event Malang 108 Rise and Shine Kayutangan Heritage merupakan acara yang paling kreatif, karena mampu mempromosikan antara musik dan kesenian lainnya. “Bagi saya, Kota Malang itu warna-warni. Apa saja masuk, asal mampu memanfaatkan itu sebagai bentuk edukasi, apresiasi, dan sebagai salah satu kecintaan kepada Kota Malang. Harapan saya, event ini dapat diulang, memiliki konsep tematik, dan dapat digelar lebih heboh,” harapnya.
Di samping itu, Ia juga menjelaskan terkait pernyataan sebelumnya, yang menyebutkan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang tidak dilibatkan dalam event tersebut. Dengan tegas Ki Demang mengatakan bahwa dalam gelaran Malang 108 Rise and Shine Kayutangan Heritage tidak ada hubungannya dan merupakan sesuatu yang berbeda, sehingga tidak bisa dikaitkan.

Di tempat yang sama, Ketua Pelaksana Malang 108 Rise and Shine Kayutangan Heritage, Rockmad Dian, mengatakan bahwa perhelatan yang dilaksanakan adalah acara musik, dan embel-embel ‘Kayutangan Heritage’ yang diusung sebagai penegas bahwa event musik ini dilaksanakan di Kayutangan Heritage, yang notabene adalah nama lain dari Jalan Basuki Rahmat.
“Bagi kami, Kayutangan Heritage itu untuk penegasan nama jalan atau lokasi. Bukan mengusung tema heritage. Karena kegiatan ini adalah ranah musik,” jelas Dian.
Dirinya menganggap Ki Demang terlalu ‘excited’ terhadap acara tersebut. Sehingga berasumsi bahwa jika acara digelar sampai gedung PLN akan lebih mengena. “Kalau panitia inginnya seperti itu. Tapi karena ada regulasi, kebijakan, dan pertimbangan lain dengan rekayasa lalu lintas yang begitu alot, ya kami laksanakan di tempat yang sudah ditentukan,” ujar Ketua Malang Drummer Community tersebut.
“Kami diberi izin dan disupport Pemerintah Kota Malang itu sudah alhamdulillah. Kami di sini mengikuti aturan, karena juga memikirkan mobilitas warga, perekonomian, dan kepentingan orang banyak,” terang Dian.
Bagi musisi berambut gondrong tersebut, memberikan kebahagiaan bagi masyarakat Kota Malang adalah sesuatu yang luar biasa. Hingga event musik sebagai penanda kebangkitan Kota Malang untuk bersinar menjadi trigger, agar dapat dilakukan dalam konsep yang lain. Misalnya seperti Car Free Day atau Malang Tempo Dulu
“Sebenarnya, kami dari MMBI memberikan wadah bagi komunitas musik tradisional atau budayawan untuk unjuk gigi. Namun karena keterbatasan waktu, sehingga kami menampilkan apa yang sudah ada,” jelas Dian. Pengurus MMBI ini pun berharap pihaknya dapat menggelar sebuah event kolaborasi. Yang menggabungkan musik, budaya, dan TACB. (Har/MAS)