KOTA MALANG – malangpagi.com
Wajah Kota Malang direspons secara berbeda oleh sekitar 56 seniman yang menggelar pameran seni rupa bertajuk Art Flag. Pameran lukisan yang dituangkan dalam media bendera yang mengusung tema Wajah Kotaku ini diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Malang, di Jalan Majapahit No. 3 Kota Malang, 20–24 Oktober 2021.
“Lukisan yang dipamerkan merupakan respons dari para perupa. Apa yang mereka rasakan, itulah yang dituangkan dalam media bendera berukuran 90×60 centimeter,” ungkap Ketua Dewan Kesenian Malang, Bobby Nugroho kepada Malang Pagi, Rabu (20/10/2021).
Pada kesempatan ini, Bobby sekaligus memprotes wajah Kota Malang yang menurutnya mulai tidak berkonsep.
“Wajah Kota Malang seperti zaman koboi. Serba tidak pasti dan tidak ada keteraturan. Masing-masing seolah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Siapa yang kuat, dialah yang akan bertahan,” terangnya.
Lewat lukisan yang ditampilkannya, Bobby mencoba mengkritisi Kota Malang yang Ia anggap sudah tidak memiliki rasa kebersamaan.
“Seperti yang tergambar dalam lukisan saya, wajah Kota Malang bak koboi, tidak ada kepastian. Ada pemimpin yang berjalan sendiri, ada mafia ekonomi yang berjalan sendiri. Pun rakyat, berjalan sendiri. Tidak ada kebersamaan,” jelas alumni Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang (DKV UM) itu.
Dirinya mengatakan, kegiatan pameran ini sengaja diperuntukkan bagi penikmat seni dan tidak bersifat administratif. “Undangan kami adalah para penikmat seni dan bersifat respons artistik. Jika ada penikmat seni ingin membeli lukisan yang dipamerkan, monggo,” imbuhnya.
Sementara itu, Ajeng seorang penikmat seni dari Galeri Semeru mengapresiasi gelaran pameran seni rupa ini. “Pameran ini tidak seperti pameran lukisan pada umumnya. Display yang terkesan apa adanya, bagi saya pribadi malah menjadi luar biasa,” ujarnya.
Ajeng mengaku tertarik dengan salah satu lukisan yang menggambarkan anak-anak kecil. “Gambarnya polos ya. Jika diamati anak nangis tapi tidak sedih. Tetap tersenyum dan diam. Ini gambaran kota kita. Potret duka karena pandemi, namun tetap tegar dan legowo,” paparnya.
Dirinya mengatakan, Kota Malang saat ini sudah tidak menceritakan tentang kota yang terkenal dengan dengan topeng atau tugunya. “Malang saat ini sudah berubah. Malah terkenal dengan Kondang Merak-nya,” sindir Ajeng.
Meskipun begitu, Ia kurang sepakat jika Kota Malang digambarkan laksana zaman koboi. “Kesannya memojokkan pemerintah. Padahal pemerintah sudah mengulurkan tangan untuk rakyatnya, meskipun seharusnya rakyatnya tidak boleh hanya menunggu uluran tangan pemerintah saja. Harus saling bersinergi,” pungkas Ajeng. (Har/MAS)