KAB. MALANG – malangpagi.com
Kasus dugaan penganiayaan dengan terdakwa Ivan Hartawan kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Kelas IB Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (26/10/2022).
Sidang yang digelar secara virtual, dipimpin Hakim Ketua Amin Imanuel Bureni, S.H., M.H., kali ini beragendakan pemeriksaan terdakwa, sekaligus menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa.
Kehadiran Jeremy Michael Wong sebagai saksi yang meringankan terdakwa sempat mendapat protes dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anjar Rudi Admoko. Dirinya keberatan karena saksi masih memiliki hubungan darah karena merupakan anak kandung terdakwa.
Menyikapi keberatan JPU, penasihat hukum terdakwa Gunadi Handoko, S.H.,M.M.,M.Hum mengaku memaklumi hal tersebut. Menurutnya, saksi yang dihadirkan merupakan saksi fakta.
“Tadi JPU sempat keberatan dengan hadirnya saksi yang meringankan, karena saksi masih ada hubungan darah, yakni anak kandung terdakwa. Namun keterangannya tetap didengar, tetapi tidak diambil sumpah, sebagai petunjuk saja. Tinggal nantinya hakim yang menilai,” ucapnya.
Dalam sidang lanjutan ini, Gunadi menyinggung bahwa dalam perkara ini justru kliennya adalah sebagai korban. Karena yang dilakukan Ivan saat kejadian tersebut merupakan upaya melindungi diri saat dikeroyok.
“Klien kami, Ivan Hartawan, membela dirinya secara refleks. Kalau secara teori hukum kan ada sebab akibat. Akibat dari Ivan secara refleks dan tidak sengaja menampar, karena posisinya saat itu dikeroyok. Jadi Ivan tidak cocok kalau di jadikan terdakwa dalam perkara ini. Justru Ia yang mengalami penderitaan,” jelas Gunadi.
Pengacara senior itu pun membeberkan kronologi perkara ini. Berawal saat Ivan Hartawan memotong pohon. Kemudian Ia ditegur, karena dianggap tidak meminta izin terlebih dahulu ke bekas mertuanya.
Ivan sendiri menjelaskan bahwa sejatinya Ia tidak perlu meminta izin siapapun. Karena pemotongan pohon dilakukan di rumahnya sendiri. Sejurus kemudian terjadilah keributan, sehingga berujung peristiwa pengeroyokan terhadap Ivan.
“Atas peristiwa pengeroyokan yang dilakukan empat orang ini, Ivan akhirnya melaporkan ke pihak berwajib disertai bukti-bukti yang ada. Saat ini kasusnya tengah berjalan dengan empat terdakwa, yaitu Maria Tanti, Ricky Eliyer Au Batuwael, Edy Batuwael, dan Josev Albert Kevin Maspaitella. Namun selanjutnya malah klien kami yang dilaporkan,” tuturnya.
Pihak penasihat hukum Ivan Hartawan, ditegaskan Gunadi, akan mencari kebenaran material pidana. Menurutnya, sekarang Ivan adalah korban, dan tidak layak untuk dijadikan tersangka, apalagi diadili seperti ini.
“Ingat beberapa contoh kasus di Indonesian Yurisprudensi. Seperti kasus ibu-ibu di Medan yang melakukan tindakan membela diri terhadap oknum preman. Awalnya ibu tersebut dijadikan tersangka. Hingga akhirnya menimbulkan gejolak, kemudian SP3 di berhentikan,” kata Gunadi.
“Sama halnya seperti kasus bapak-bapak yang membunuh begal. Jika tidak melawan, bisa jadi malah dia yang mati. Akhirnya [kasusnya] dihentikan juga,” lanjutnya.
Bekaca dari dua kasus di atas, Gunadi menyebut bahwa kasus yang menimpa Ivan sebagai sebuah tindakan pengeroyokan. Bukan perkelahian satu lawan satu, melainkan melawan empat orang yang melakukan tindakan brutal. Situasi saat itu tidak memungkinkan Ivan untuk diam, harus ada upaya untuk melindungi diri meskipun sekadar refleks.
“Dalam perkara ini nantinya, kami harap majelis obyektif. Seandainya kalau dianggap terbukti, namun terbukti yang bagaimana, karena dia melakukan ini atas dasar membela diri. Ada teori sebab akibat,” tegas Gunadi.
Adapun sidang lanjutan akan digelar pada minggu depan, dengan agenda pembacaan tuntutan. “Kalau memungkin pledoi akan digelar. Tapi kalau tidak, maka langsung agenda putusan,” pungkasnya.
Pada agenda sebelumnya, JPU telah membacakan dakwaannya yang menyebut bahwa terdakwa Ivan Hartawan pada Kamis, 18 November 2021 sekitar pukul 11.00 WIB, bertempat di Perum Puncak Dieng Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, telah melakukan penganiayaan tehadap saksi korban Maria Tanti.
Perbuatan terdakwa diancam pidana menurut pasal 351 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500. (DK99/MAS)