
KOTA MALANG – malangpagi.com
Konsorsium Alumni Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (KAUM-PTKIN) se-Indonesia melayangkan surat bernomor 12/04/K-A/PTKIN/Indonesia/IV/2021 kepada Ketua Panitia Penjaringan Rektor, Ketua Senat Universitas, dan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, pada 15 April 2021.
Surat tersebut berisi kritikan dan dorongan Uji Publik Pemilihan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang periode 2021-2025, dengan ditembuskan kepada Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam rilis yang diterima Malang Pagi pada Sabtu (24/4/2021) dijelaskan, pada rapat senat tertutup yang sedianya dilaksanakan selama tiga hari, 20-22 April 2021, dan diharapkan berlangsung khidmat demi tahapan proses pemilihan Rektor yang aspiratif dan terbuka, berubah menjadi seremonial semata, bahkan jauh dari kesan sakral.
“Pasalnya, pasca membahas jadwal rapat dan tata tertib pemberian pertimbangan kualitatif pada Selasa (20/4/2021), keesokan harinya, Rabu (21/4/2021), yang agendanya adalah penulisan penyataan kualifikasi diri (PKD) calon Rektor, seketika dilanjutkan dengan pemberian pertimbangan kualitatif yang menurut jadwal seharusnya digelar pada Kamis (22/4/2021),” jelas Abdul Aziz, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat KAUM-PTKIN se-Indonesia.
Tak hanya itu, Aziz menambahkan, di hari yang sama sekaligus dilakukan penandatanganan berita acara hasil dan dokumen administrasi pertimbangan kualitatif calon Rektor oleh ketua dan sekretaris Senat, yang disaksikan dua orang saksi dari unsur senat. Kemudian menyerahkannya kepada Rektor untuk selanjutnya diserahkan kepada Menteri Agama.
Terhadap proses yang tidak ideal tersebut, KAUM-PTKIN se-Indonesia melayangkan pernyataan sikap, yang berisi sebagai berikut:
1) Menyayangkan sikap Senat yang tidak mempertimbangkan untuk mengakomodir aspirasi civitas akademika, alumni dan stakeholders yang demikian berharap akan adanya Uji Publik terhadap calon Rektor sebelum pemberian pertimbangan kualitatif. Padahal:
a) Representasi mahasiswa, Senat Mahasiswa (SEMA) UIN telah bersuara dan mengirimkan surat tentang pentingnya Uji Publik dalam tahapan perhelatan pemilihan Rektor. Bahkan, KAUM-PTKIN secara resmi juga telah melayangkan surat rekomendasi dan dorongan dilakukannya Uji Publik pada Panitia Penjaringan Rektor, Ketua Senat Universitas, dan Rektor. Surat juga ditembuskan kepada Menteri Agama, dan diteruskan ke beberapa pejabat di lingkungan Kementerian Agama, dan mereka menyambut positif gagasan Uji Publik.
b) Uji Publik, semata untuk membedah visi dan misi serta program unggulan apa yang hendak dilakukan calon Rektor jika terpilih nanti. Lebih dari itu, menjadi semacam janji dan komitmen calon Rektor pada institusi, terlebih civitas akademika. Artinya, segenap warga kampus dapat menagih janji dan komitmennya di kemudian hari. Misalnya, seratus hari kepemimpinan, satu semester kepemimpinan, satu tahun kepemimpinan. Nah, peniadaan Uji Publik ini adalah sama dengan, “membeli sesuatu tidak dengan melihat isinya”.
c) Senat memiliki waktu yang cukup, yakni 14 hari sejak sidang tertutup dilakukan untuk memberikan pertimbangan kualitatif sebelum diajukan kepada Menteri Agama. Terpenting, Uji Publik juga tidak melanggar regulasi hukum pemilihan Rektor. Positifnya, Uji Publik membuat kontestasi kepemimpinan kampus akan lebih menarik dan berwibawa. Artinya, ide dan gagasan segar penuh kebaruan dari masing-masing calon Rektor dapat diakses dan diketahui secara komprehensif oleh civitas akademika, alumni dan stakeholders. Dengan demikian, akan menumbuhkan harapan baru bagi civitas akademika untuk UIN yang lebih berkembang dan berkemajuan.
2) Menyayangkan sikap terburu-buru Senat dalam menggelar rapat tertutup dan menyingkatnya menjadi dua hari dari jadwal yang ditentukan. Waktu yang sangat sempit untuk ukuran memberikan pertimbangan kualitatif terhadap calon Rektor. Dapat dibayangkan, dalam setengah hari, mulai pukul 14.00 sampai 17.30 WIB, rapat tertutup Senat menuntaskan dua agenda penting, yakni pertama, penulisan penyataan kualifikasi diri (PKD), dan kedua, pemberian pertimbangan kualitatif calon Rektor. Padahal:
a) Tiap calon Rektor membuat PKD kurang lebih 7 halaman, dikalikan 6 calon Rektor, 1 calon mengundurkan diri karena alasan sakit atas nama Prof. Nur Yasin. Dalam proses PKD, juga terdapat inkonsistensi waktu yang disediakan. Ada sebagian yang tidak selesai membuat PKD, diberikan toleransi waktu.
b) Jika 7 halaman dikalikan 6 PKD calon Rektor, keseluruhan ada 42 halaman. Belum lagi ditambah dokumen lain masing-masing calon Rektor yang sudah diserahkan sebelumnya pada Panitia Penjaringan, yang kesemuanya harus dibaca dengan teliti oleh masing-masing anggota Senat.
c) Mungkinkah dalam waktu kurang lebih 3 jam,dua agenda penting sebagaimana tersebut di atas dapat dituntaskan secara maksimal? Singkatnya, dalam memberikan pertimbangan kualitatif, benarkah Senat cukup waktu dan seksama, terutama membaca dan menelaah seluruh PKD yang berjumlah sekitar 42 halaman, dan ditambah dokumen lain seperti dimaksud huruf (b)?
3) Karena Senat memberikan pertimbangan kualitatif hanya berdasarkan pada tulisan, cetak biru (blue print) yang bersifat monolog, dan dalam waktu yang demikian singkat, kami berharap, hasil pemberian pertimbangan kualitatif yang telah diberikan obyektif, yakni tidak ada benturan kepentingan (conflict of interest), tidak memihak ke salah satu pihak (impartial), dan tidak dapat dipengaruhi oleh salah satu pihak (independent).
4) Saat ini, keenam calon Rektor, yaitu Prof. Abd. Haris, Prof. M. Zainuddin, Prof. Roibin, Prof. Umi Sumbulah, Prof. Suhartono, dan Prof. Bayyinatul Muchtaromah sudah berada di Kementerian Agama untuk dibahas oleh 7 orang yang bertugas sebagai Komisi Seleksi. Kami berharap, Komisi ini selektif menyaring 3 calon Rektor yang akan diajukan untuk dipilih yang terbaik, diangkat, dan ditetapkan sebagai Rektor UIN oleh Menteri Agama. Tentu, yang visinya visioner, misinya terencana, terukur, dan terprediksi tingkat keberhasilan dalam memimpin kampus 4 tahun ke depan.
Editor : MA Setiawan