
KOTA MALANG, Malangpagi.com – BCA Finance Perusahaan multifinance atau leasing yang berada di Kota Malang, sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020, masih saja bandel tidak dihiraukan. Pasalnya, masih saja debtcolector atau pihak ke tiga dari BCA finance menarik kendaraan di Jalan. Dengan cara memberhentikan langsung pengendara mobil.
Kejadian tersebut, terjadi pada salah satu debitur BCA Finance atas nama ST yang kebetulan profesi sebagai wartawan salah satu media online nasional. Yang meminjamkan mobilnya kepada salah satu saudara perempuannya bernama NC untuk menjemput tiga orang anaknya yang masih di bawah umur.
“Kejadian tersebut terjadi, pada Sabtu, 14/03/20, sekitar jam 19.00 WIB, saat saya jemput anak saya di rumah temannya yang berada di Jalan Bogor. Di tengah jalan saat berada di dalam mobil, kaca mobil diketuk suruh buka kaca,” ungkap NC, kepada awak media, Senin 16/03. Usai melakukan pengaduan tindakan perampasan di Polres Kota Malang.
Menurutnya, saat diketuk kaca pintu NC sedang bersama anak anaknya, dan para debtcollector (DC) tersebut dengan berwajah garang berjumlah sekitar 8 orang dengan mengendarai sepeda motornya.
“Terlihat banyak orang anak saya langsung shock ketakutan dengan kedatangan segerombolan orang tersebut,” ujarnya.
Setelah itu, gerombolan debtcolector tersebut meminta STNK mobil,namun tidak diberikan. Akhirnya, NC diminta untuk datang ke Kantor BCA Finance yang berada di Jalan Borobudur. Sesampainya di Kantor BCA Finance dengan kondisi mesin menyala dan kaca mobil tertutup rapat dan di dalam mobil masih ada anak-anak NC.
Saya langsung turun masuk ke kantor, begitu masuk ke kantor salah seorang debtcollector langsung mencabut kunci mobil, dan mematikan mobil dengan menutup rapat mobil, tanpa kaca di buka yang di dalamnya masih ada anak-anak,” kata dia.
“Harusnya, debtcollector itu berbicara secara baik-baik, tidak langsung mencabut kunci mobil itu, setidaknya minta ijinlah. Setelah mencabut kunci,otomatis mesin langsung mati dan posisi anak-anak saya masih di dalam mobil. Kaca mobil tanpa dibuka semua, dan anak saya ditinggal begitu saja. Sampai sekarang anak saya shock berat dengan kejadian itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Kasubbag Humas Polresta Malang, Iptu Ni Made Seruni Marhaeni menyampaikan,terkait penarikan mobil di jalan itu memang tidak boleh dilakukan. Saat ini pengaduan dari debitur masih dalam proses penyidikan.
Kalau tindakan seperti itu harusnya tidak boleh dilakukan oleh debtcollector,” tuturnya.
Di sisi lain,tindakan fatal yang dilakukan leasing oleh debtcolector BCA finance, menurut Edik Wijanarko, SH. Ketua Yayasan Amanat Perjuangan Rakyat Malang (YAPERMA), tindakan yang dilakukan oleh sekelompok debtcollector sudah menyalahi prosedur, dan sudah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 soal Fidusia.
“Melihat kronologisnya, tindakan debtcolector sudah menyalahi aturan, apalagi mencabut kunci dan mematikan langsung mesin mobil, di depan anak-anak di bawah umur, itu membahayakan. Apalagi, kondisi kaca tertutup rapat. Yang pertama itu membahayakan kesehatan karena AC freon, yang kedua di depan anak-anak yang otomatis pesykisnya terganggu,” tegasnya saat dihubungi awak media, Selasa (17/03/2020).
Edik juga menjelaskan bahwa sebenarnya putusan MK tersebut sudah jelas, bahwa leasing atau perusahaan pembiayaan tak bisa sembarang melakukan penyitaan atau penarikan sepihak saja.
“Putusan ini menggugurkan aturan sebelumnya yang mengizinkan leasing mengeksekusi sendiri jika terjadi kredit macet,” katanya.
Namun menurut Ketua Yayasan di bidang perlindungan konsumen ini menerangkan pada aturan baru, leasing harus mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) lebih dulu. Berdasarkan aturan itu, ada tiga pasal yang dapat menjerat debtcolector dan leasing bila menyita motor atau mobil tanpa surat pengadilan.
“Jeratan hukum itu tertera dalam kitab Undang-undang hukum pidana, pertama pasal 368 tentang perampasan, lalu pasal 378 tentang penipuan dan pasal 365 tentang pertahanan,” jelasnya.
Untuk hukuman pasal 378 empat tahun penjara, pasal 368 sembilan tahun penjara dan yang paling berat pasal 365 paling lama seumur hidup.
Lanjut Edik, hal ini diperkuat aturan lainnya seperti, yang dijelaskan dasar hukumnya yaitu, peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2011. Bahwa dimana permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia,”tandas Edik Wijanarko
“Untuk pengajuan permohonan eksekusi, pihak pemohon eksekusi harus melampirkan salinan akta jaminan fidusia, salinan sertifikat jaminan fidusia, dan seterusnya.
Reporter: Bas, So
Editor: Tim Redaksi