
KOTA MALANG – malangpagi.com
Ada fakta penting diungkapkan Tim Gabungan Aremania (TGA) di malam berdarah usai pertandingan sepakbola Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang pada 1 Oktober lalu.
TGA yang diwakili Andy Irfan Junaedi selaku Sekjen Federasi KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengatakan bahwa personel Brimob dan Sabhara telah dibekali gas air mata sejak awal pertandingan.
“Artinya kesalahan itu sudah ada sejak awal. Kepolisian telah mengambil risiko atau mengambil tindakan yang salah, yaitu mempersenjatai personelnya dengan gas air mata,” ungkapnya kepada puluhan wartawan yang hadir dalam Konferensi Pers di Posko TGA, Jalan Kawi No. 24C Kota Malang, Jumat (14/10/2022).
Dikatakannya, bahwa sudah menjadi semacam tradisi atau kebiasaan penonton apabila pertandingan berakhir mereka turun ke lapangan. Apabila menang mengucapkan selamat dan bila kalah memberikan semangat atau ungkapan keprihatinan. “Dari seluruh saksi kami tidak melihat adanya ancaman yang signifikan saat suporter turun, baik kepada pemain, ofisial, maupun kepada aparatur keamanan,” jelas Andy.
“Sampai kemudian ada personel Brimob yang menembakkan gas air mata ke Tribun Selatan, kurang lebih pukul 22.08 WIB, ini tidak bisa disangkal. Dan kami memperoleh keterangan bahwa ada perwira polisi yang memegang kendali komando itu memberi arahan atau sekurang-kurangnya tidak melarang personel Brimob yang melakukan tindakan kekerasan dengan penembakan gas air mata ke arah tribun,” lanjutnya.
Andy mengaki pihaknya sangat menyayangkan penggunaan gas air mata di dalam stadion. Apalagi saat kejadian arah angin mengarah ke selatan. “Dari situ kami mengambil kesimpulan bahwa kejadian tersebut bukan kerusuhan, tapi pembunuhan. Ini bukan pembunuhan individual yang menyebabkan kematian satu orang. Tapi ini adalah pembunuhan yang menyebabkan kematian banyak orang,” tegasnya
Menurutnya, tragedi Kanjuruhan adalah sebuah pembunuhan massal, dan dalam konteks HAM (Hak Asasi Manusia) telah memenuhi apa yang tertuang di dalam Undang-Undang Pengadilan HAM, yaitu unsur kejahatan HAM.
Andy juga meyakini bahwa dalam skema tersebut ada struktur pemandu. “Kami meyakini bahwa sekurang-kurangnya perwira yang memimpin dan mengendalikan Brimob tidak melakukan pencegahan personelnya menggunakan gas air mata. Ada kemungkinan besar memberikan perintah untuk menembakkan gas air mata. Tapi dari semua saksi dan video yang beredar, sekurang-kurangnya perwira yang bertanggungjawab dalam memimpin Brimob tidak melakukan pencegahan untuk tidak menembakkan gas air mata,” sebutnya.
Oleh karena itu, TGA sepakat menyebut penyebab utama kematian korban adalah gas air mata. “Ada dua jenis gas air mata yang ditembakkan oleh personel Brimob dan Sabhara, karena itu kami meyakini ini adalah peristiwa kejahatan manusia. Serangan aparatur keamanan kepada masyarakat sipil tidak bersenjata,” ucap Andy.
Pihaknya juga mengaku telah menerima keterangan bahwa sebelum pertandingan dilaksanakan Panitia Pelaksana telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian. “Jadi penentuan kegiatan ini sepenuhnya telah disetujui oleh kepolisian. Dan institusi yang mempunyai kewenangan untuk mengiyakan atau membatalkan kegiatan ini adalah institusi kepolisian,” ucapnya.
Menurut Andy, setidaknya ada empat kali koordinasi antara Panpel dengan pihak aparat kepolisian dan Aremania. Yang kurang lebih tidak boleh ada tindakan sweeping kendaraan pelat L dan tidak ada represi. Sejak awal Panpel dan Aremania juga telah mengingatkan agar pihak kepolisian tidak menggunakan gas air mata.
“Teman-teman [Aremania] telah mengalami kejadian gas air mata pada 2018 lalu, dan ada dua korban meninggal dalam kejadian tersebut. Itu cukup membuat Aremania traumatik, dan teman-teman tahu betul tentang risiko gas air mata,” jelas Andy, menyayangkan rekomendasi pelarangan penggunaan gas air mata tidak diindahkan pihak kepolisian.
Kemudian, dirinya juga mengaku mendapat informasi bahwa Panpel telah mengeluarkan biaya kepada pihak kepolisian sebesar Rp178 juta dari untuk biaya pengamanan. Selain itu juga ada keterangan yang menyebut bahwa pihak kepolisian telah mendapatkan softcopy tentang regulasi FIFA. “Artinya kepolisian sudah mengetahui adanya pelarangan penggunaan gas air mata,” pungkas Andy. (Har/MAS)