Kota Malang yang telah menasbihkan dirinya sebagai kota pendidikan, pariwisata dan industri yang terdeklarasikan sebagai sebuah pijakan sekaligus harapan yang dituangkan dalam tribina cita Kota Malang diputuskan dalam sidang paripurna gotong royong kota praja Malang 1962. Maka sejak itulah masyarakat kota Malang terus menggemakan kota Malang dengan tribina citanya ke manapun mereka berkiprah di pelosok negeri ini.
Seiring berjalannya waktu sejak tribina cita diputuskan kota Malang semakin mampu mewujudkan cita-citanya tersebut. Saat ini wajah Kota Malang sebagai kota pendidikan sudah begitu populer di negeri ini sehingga setiap tahunnya berduyun anak-anak muda dari seluruh pelosok negeri ini menimba pengetahuan di Kota Malang. Sebagai kota industri yang berawal dari potensi industri rokok yang kala itu begitu tumbuh subur di kota Malang saat ini semakin berkembang pada berbagai jenis produk industri lainnya yang lebih semarak dengan industri kerajinan, makanan dan industri kreatif sehingga membuat Kota Malang selalu bisa tampil mengikuti kemajuan jamannya. Dan sebagai kota pariwisata pun kota Malang terus berbenah diri untuk tetap layak tampil sebagai tempat tujuan wisata mulai dari infrastrukturnya sampai segala fasilitas yang mendukungnya.
Sejak ditetapkan sebagai kota praja Malang terus berbenah diri bahkan sepuluh tahun setelah itu Malang membangun stadion Gajayana tepatnya pada tahun 1924 yang dilengkapi dengan kolam renang (swembat yang populer disebut slembat) dan dua lapangan sepakbola kecil di luar. Konon stadion Gajayana merupakan salah satu stadion tertua di Indonesia, tapi sayang pada era tertentu monumen yang punya nilai sejarah ini pun harus dikorbankan demi kepentingan pemodal. Namun terlepas dari problematika tersebut kota Malang terus menghias wajahnya agar tetap layak disebut kota modern di Jawa Timur maka terwujudlah beberapa bangunan yang bisa memantaskan predikat kota Malang sebagai kota kedua setelah Surabaya antara lain GOR Ken Arok, fly over, gedung DKM, jalan Sukarno Hatta, bangunan sarana pendidikan, hotel dan seterusnya.
Era terus berkembang dan memunculkan tantangan bagi eksistensi kota Malang sebagai kota yang senantiasa bisa menjawab era perkembangan zaman. Saat ini di mana dunia telah mengalami revolusi teknologi yang begitu luar biasa tak pelak juga melanda kota Malang yang punya basis tribina cita sehingga relasi perkembangan tersebut akan begitu mudah terkoneksi sampai melahirkan generasi muda yang tak gagap menghadapi perkembangan teknologi tersebut. Mereka saling berinteraksi dan berkreasi dalam dunianya. Memang dunia mereka tampak senyap tidak bising dengan konflik dan perdebatan sehingga tidak terekspose masif seperti banyak komunitas lain. Di sisi lain kepemimpinan nasional di bawah Jokowi sangat terbuka dan memberi panggung bagi generasi milineal dengan diangkatnya tujuh anak muda sebagai staf khusus milineal serta penetapan distrik digital salah satunya kota Malang. Seperti gayung bersambut keputusan penetapan kota Malang sebagai distrik digital tersebut ditangkap cerdas oleh generasi milenia di kota Malang maka bergegas dan bergagaslah mereka untuk bisa punya wadah dan arena berkarya bersama yang dicetuskan dengan ide membangun MCC (Malang Creative Center) dan diamini oleh pemerintah Kota Malang.
Penulis tidak masuk dalam perdebatan yang begitu terbuka tersaji di ruang publik tentang pembangunan MCC, tetapi ingin menengok dari sisi yang lain sekaligus berlaku pada semua bangunan yang telah dibangun oleh pemerintah kota Malang selama ini. Sebagai sebuah kota yang sudah bisa dikatagorikan metropolitan maka kota Malang harus ada yang dipamerkan sehingga kasat mata bisa terlihat layak mendapatkan sebutan semacam itu. Pamer karya pembangunan yang memantaskan predikat kota metropolitan selayaknya harus disadari oleh pemerintah dan masyarakat agar kota Malang punya wajah yang setara dengan berbagai sebutan yang selama ini disematkan. Tetapi pamer karya megah di Kota Malang tersebut seyogyanya tidak berhenti pada rasa bisa memamerkan diri sebab kalau hanya itu maka pasti karya pembangunan tersebut terbengkalai pada waktunya salah satu contoh yang ada adalah gedung DKM menjadi tak terurus dan terkesan kumuh, contoh lain gedung KNPI seiring berjalannya waktu juga tak terawat dengan baik. Maka gagasan mendirikan gedung MCC pun harusnya tidak hanya semata pamer kelayakan sebagai kota yang ditetapkan sebagai salah satu distrik digital di Jawa Timur tetapi juga sudah harus ditata kelola secara apik agar memunculkan pamor sebuah gagasan yang cerdas. Sekedar contoh di Surabaya ada gedung Cak Durasim yang megah kala itu, pemerintah dan masyarakat Surabaya khususnya tidak sekedar pamer karya pembangunan tetapi mereka mampu mengelola dengan baik sehingga gedung tersebut memunculkan pamor yang luar biasa di Jawa Timur.
Sekali lagi gagasan mendirikan gedung megah MCC jangan hanya berhenti pada ambisi pamer karya tetapi perlu spirit untuk bisa melengkapi gagasan karya tersebut dengan sentuhan yang mampu memunculkan pamor pada gagasan karya tersebut.
Akhirnya kembali pada kita semua sebagai warga kota Malang terlepas dari posisi dan peran yang berbeda bagaimana sikap kita terhadap gagasan karya tersebut, haruskah diselimuti rasa skeptis atau justru memberi energi inspiratif buat kota Malang ke depan. MCC ada di tangan kita semua baik dia harus ada atau tak boleh ada sama sekali.
Rahayu
Malang, 22 Desember 2019
Drs. Bambang GW
Presidium Dewan Kampung Nuswantara